Seribu satu rasanya ngajak pulang kampung sendiri bareng dua krucil ini.
Merasakan begitu hebohnya mereka berdua selama di pintu masuk tiket (alias jungkir balik nggak karu2an), sampai duduk di dalam gerbong kereta paling akhir.
"Hey! Look mom, train is coming" suaranya keras hingga orang pada noleh *bolak-balik dia heboh melihat kedatangan kereta dari lampunya yang nyorot dari ujung rel*
"Nggih le,"
(Hei le...!!! kita ini di sragen le.... serasa pingin berpekik keras, tapi percuma saja daripada dia negur tambah keras)
Alhamdulillah, tidak ada lagi yg ku khawatirkan kecuali khawatir si boy nggak bisa duduk. Malah justru ternyata kakaknya yang bolak-balik berdiri di atas tempat duduk.
Dan sy, berusaha menenangkan diri dengan buku. Berharap kekacauan Hikam menyapa orang tidak lebih dari biasanya.
"Namamu siapa mas?"
"Kelas berapa?"
"Aku kelas satu" jawabnya dengan pede. Seperti biasanya ketika Hikam menyapa lebih dulu pada si anak yg baru ditemuinya, anak itu hanya senyum2 malu. Bahkan kadang jika yg ditemuinya itu anaknya lebih besar usia smp atau sma, malah nggak dijawab sekalian.
Akhirnya anak lelaki itu perlahan mau lempar2an balon milik adiknya. Dan si ibu bercadar yang awalnya agak nyolot, perlahan cair begitu Hikam cekikikan terus memperlihatkan buku komik Mokkoro Chan yg dibacanya pada anak yg disapanya itu.
Perlahan namun pasti, kami pun yg awalnya agak bersitegang gara2 tas carrier yg ku taruh di pojok pun mulai ngobrol panjang lebar hingga kami turun di stasiun pekalongan.
Sebelum si ibu bercadar datang, ada bapak2 tua dengan wajah2 kurang bersahabat, dan satunya lagi canggung dengan kami.
Si boy ini sudah nylonong memperkenalkan diri dengan pedenya. Padahal bapak itu, tidak bicara apalagi bertanya sama sekali. Bahkan sy tanyapun hanya jawab seperlunya.
"Namaku Hikam"
"Aku kelas 1"
"Mau ke rumah mbah kus"
"Dddwuakkkkkkk!!!" Wajahku serasa di tendang, dan cuman bisa nyengir tanpa ada senyum sedikitpun dari si bapak😢
#Dan sy masih percaya, ketika anak diajarkan lebih banyak berteman dan bersahabat. Dunia akan lebih damai dibanding sebuah pertandingan yang melahirkan persaingan dan persekutuan hingga perlawanan#
No comments:
Post a Comment