Saturday, January 22, 2022

Biografi 1

Namaku Seno, aku dilahirkan dari 13bersaudara dari keluarga miskin di pinggiran kota pantura.
Ayahku seorang mantan veteran yang taat beragama. Ibuku seorang bakul nasi yang dulunya hanya sering menjepit rasa lapar anak2nya dengan kerja keras dan tawakal.

Aku adalah seorang gadis berusia 13tahun yang duduk di bangku smp.
Sejak masuk sekolah favorite ini, aku kudu berjuang keras mengingat kerja keras bapak ibuku yang selalu bangun jam 1malam, sholat tahajud sembari menanak nasi dengan dandang yang teramat besar.


Kami dididik oleh bapak bermental baja, dan taat aturan. Maklum, bapak adalah seorang mantan veteran yang selalu mengidolakan sosok Soekarno dan faham betul bagaimana orde baru dan orde lama berjalan.

Tapi di tengah perjuangannya sebagai seorang pejuang, bapak harus berhenti saat akan diangkat menjadi anggota kepolisian karena gaji polisi jelas tidak bakalan cukup untuk menafkahi 7orang anaknya saat itu.

Bapak adalah anak tunggal dari seorang ibu yang luar biasa cerdas, dengan jalinan network yang sangat luas di jamannya.

Beliau mampu menguasai teknik bermacam ketrampilan. Dari menciptakan motif batik tulis sendiri, anyaman, membuat bermacam kue, sampai menjahit bermacam pakaian laki-laki maupun perempuan, tanpa mengukurnya terlebih dulu. Yang jumlah jahitannya bukan hanya satu dua lemari kuno yang besar-besar, tapi banyak. Saat itu aku tak begitu mengingatnya. Yang ku ingat pasti adalah meja besar kayu jati yang berat, beserta beberapa lemari yang berisi jejalan potongan kain-kain yang ia jahit dengan tangannya sendiri.


Uniknya lagi, ia tidak pernah memberi nama satu persatu kain itu. Bahkan ia mengingat betul bagaimana model satu persatu yang diinginkan para pelanggannya yang merasa selalu pas dengan potongannya.
Dan... kualitas jahitannya selalu kecil-kecil yang membuat baju-baju itu selalu awet dipakai.

Sementara ibuku yang nikah muda, terpaut 10tahun dengan bapak yang sudah menduda ditinggal mati istrinya meninggalkan 4orang anak laki-lakinya.

Beliau adalah anak mantan saudagar kaya raya pengusaha kayu yang akhirnya meninggal di usia ibu yang masih muda.

Bisa dibilang ibu tak memiliki ketrampilan apapun untuk mempertahankan hidupnya dengan bapak sebagai anak tunggal dari ibu yang terkenal karena kemampuannya yang serba bisa.

Tapi, nenek tak pernah mempercayakan pekerjaannya pada siapapun. Bahkan pada anaknya sendiri yang selalu dimanjakan. Begitu juga dengan ibu.

Bapak dan ibu mulai membangun usaha kecil-kecilan dari melihat ketrampilan nenek yang dikerjakannya saban hari seorang diri.

Dari ketrampilan membatik, membuat macam-macam masakan, sampai menjahit baju.

Ibu termasuk pekerja keras, karena sejak ditinggal mati bapaknya, beliau ikut dari saudara ke saudara lainnya demi menyambung hidup.

Tapi usaha yang dibangun tak pernah berjalan mulus seperti nenek yang namanya semakin terkenal.
Bahkan keluarga besar nenek ini pada masa senjanya, terkenal dengan keluarga Tailor.

Usaha-usaha yang dibangunnya tak pernah berhasil ini, membuat kondisi ekonomi tak pernah mulus. Belum lagi mengurus anak yang semakin banyak, dengan bermacam karakter yang unik ini membuat bapak makin depresi, bahkan nyaris stress.

Namun uniknya dari bapak, beliau tak pernah memperlihatkan kemarahannya ini pada ibu di depan anak-anaknya meskipun keduanya sedang dirundung masalah besar. Meskipun sikap keduanya ini terlihat kompak dalam menangani anak-anaknya, tapi sebenarnya ibu selalu ditekan untuk membenarkan sikap mereka.

Bapak benar-benar keras mensikapi anak-anak gadisnya. Beliau akan selalu berada di depan pintu dengan membawa penggaris kayu panjang atau penjalin pada anak gadisnya yang pulang terlambat sebelum adzan maghrib tiba.

Termasuk dengan 4kakak orang laki-laki. Tapi mereka selalu mendapat perlindungan dari saudara ibu kandung maupun nenek saat bapak bersikap keras kepadanya. Alhasil bapak selalu kalah, dan akhirnya lebih lunak berusaha mengambil hati mereka. Namun itu tak berhasil, karena nenek yang selalu memanjakannya dengan bermacam kue dan uang yang tiap kali mereka minta.

Jadi sekeras apapun usaha bapak, hanya sia-sia.
Hanya ada satu anak laki-laki yang sangat patuh pada bapak. Ia bahkan membantu pekerjaan ibu. Sementara kakak nomor dua selalu menjadi tameng bagi adik-adik perempuannya yang nggak punya rambut dan dianggap bodoh oleh teman-temannya.

Perangai dua orang anak laki ini sama-sama kerasnya, bahkan beberapa kali ia pernah adu jotos di luar rumah.

Kakak laki-laki yang dianggap paling soleh ini adalah anak penurut, namanya Bagas. Pawakannya kecil tapi berotot, ia memiliki semangat kerja keras yang tinggi, namun sedikit bicara.

Dalam ceritanya, ia termasuk anak yang sangat rigid.
Sampah yang sudah dibuang ibu ke cekungan tanah bakal ia ambil lagi gara-gara malamnya ia bilang kalau besok pagi dia lah yang bakalan buang sampah.
Sambil nangis tersedu ia ambil sampah-sampah itu lagi ke dalam krombong, lalu kembalikan ke tempat semula, dan ia buang lagi ke cekungan tanah.

Ia termasuk anak speech delayed.
Bahkan saat ia sudah duduk di bangku kelas satu, saat ia minta minum pada ibu. Ia menarik-narik ibu sambil menempelkan jarinya pada ujung lidah.

Di lain cerita saat ibu bapak hendak pergi, ia diminta jaga pintu. Dan, benar saja sampai bapak ibu pulang ia duduk sampai tertidur menungguinya di belakang pintu rumah.

Beda hal dengan kakaknya Hutama.
Ia terkenal banyak akal, bahkan lebih cerdik dibanding 2 saudara kandungnya.
Ia selalu mampu mengambil kesempatan di tengah kondisi ekonomi yang serba pas-pas an. Ia menjadi individu yang independent, tidak banyak memihak pada siapapun asalkan itu menuntungkan bagi dirinya. Namun selagi bisa, ketika adik-adiknya mendapat masalah ia selalu menjadi garda depan.

Dalam perjalanannya ekonomi keluarga mulai tumbuh pesat saat aku lahir. Bahkan mereka selalu bilang, masa ku adalah masa ke emasannya keluarga saat itu. Jadi nyaris saja aku tak pernah menemui kesulitan ekonomi, apalagi penyakit yang aneh-aneh karena soal kurangnya gizi.

Aku termasuk bayi yang lahir paling besar. Bobotku 4kg lebih.
Karena kerepotan ibu mengurus warung, ibu hanya memberiku asi sekitar usia 3-4bulan saja, setelah itu menggunakan susu sapi segar.

Tapi entah kenapa, rasanya aku masih ingat betul, bagaimana aroma rheumason pada puting ibu. Bahkan sempat dilakband.

Kadang aku juga heran, mana cerita yang benar? Benarkan bayi usia 4bulan sudah bisa mengingatnya hingga tua? Atau ibu yang lupa menyusuiku hingga usia berapa.

Jika tidak benar, lalu memori apakah itu?
Aku bahkan masih bisa mengingat bagaimana suasana kamar ibu yang pengap.

Aku masuk sekolah kelas 1 MI setingkat SD di usia 5tahun. Ibu mengira, aku ini anak yang cerdas karena di usia itu, hampir semua lagu-lagu saat itu aku hafal lyriknya.

Tapi apa yang terjadi?
Ternyata justru menjadi bulan-bulanan bagi ibu dan kakak-kakakku.

Aku termasuk anak pemberani, sekalipun sering dibully (kena jitakan tangan dari salah satu anak laki-laki yang paling tinggi di kelasku) Karena aku duduk paling belakang, dan ibu atau kakakku selalu duduk di sebelahku. Tapi rupanya sering kecolongan kena jitak.

Sekalipun tidak bisa, sambil menangis, aku selalu mau jika disuruh maju menuliskan sesuatu sama ibu guru yang seingatku dia guru yang cantik lagi sabar.

Saat istirahat tiba, aku selalu menghabiskan uang paling banyak diantara teman-temanku.
Bahkan ini sering menantang kesabaran ibu maupun kakakku. Karena jika apa yang kuminta, nggak ku turuti, kulit mereka bakal gosok kena cubitan dan pukulanku.

Begitu hari demi hari, hingga di ujung penerimaan raport, buku raportku kebakaran penuh dengan angka merah.

Ibu pun pasrah. Ia memasukkanku ke sekolah SD Inpres dekat rumah yang selalu terendam banjir saat musim hujan tiba.

Saat masuk di SD itu, aku merasa bahwa materi di sekolah itu benar-benar sangat amat mudah dibanding dengan sekolah MI favorite dulu.

Di sekolah "Blumbang" alias tempat sampah, kata orang-orang, termasuk anak manis yang selalu menunjukkan sikap baiknya selama di sekolah.
Tapi di rumah, aku berubah menjadi monster yang mengalahkan semua kakak-kakakku.

Tiap subuh tiba, selalu ada ritual tantrum yang bakal terjadi dan meledakkan suasana gelap menjadi gaduh karena tangisanku ketika bapak tidak membangunkanku untuk pergi ke surau bersama.

Bagiku sholat di surau seperti kewajiban tersendiri yang bakal jadi kiamat ketika tertinggal.
Dan... tangisan itu bisa sangat lama hingga menjelang sekolah tiba, uring-uringan selalu terjadi.

Aku merasa tidak nyaman sama sekali ketika apa yang ku anggap nggak pas itu terjadi padaku.
Seperti halnya soal seragam merah putih yang selalu disetrika rapi, bahkan saking rapinya, kakak perempuan nomor 2 yang selalu mengurus keperluanku menjadikan lipatan seragam itu nyaris tajam jika terkena jari-jari.
Tapi di mataku, kancing yang sedikit kendor bisa jadi malapetaka besar yang aku membayangkan itu bakal lepas dan sebagian kulitku bakalan terlihat dan tidak rapi lagi.

Apalagi jika kuciran rambut yang tidak rapi. Satu rambut pendek yang baru tumbuh di ubun-ubun yang selalu njepat keluar dari karet kucirnya, merasa seperti ada ulat yang sedang jalan mengendap-endap di kepalaku. Dan itu mengerikan sekali rasanya, seluruh badan serasa berantakan, spontan ku obrak-abrik tatanan rambutku yang telah tertata rapi. Tidak berhenti sampai di situ, baju yang sudah tertata rapi spontan aku lepas paksa yang kadang membuat kancing baju terlepas. Dan itu... bisa-bisa gagal berangkat sekolah.

Tidak cukup sampai di situ tali sepatu yang ikatannya kurang pas di kaki bakalan melayang ke udara bersama kedua sepatu dan seragam yang kulempar setelah kakakku menata dengan sangat rapi dan teliti.

Itulah permulaan hidup serasa di neraka. Dimana kakakku yang selalu dipaksa mengalah ku tuntut kesempurnaan tiap pagi saat jelang sekolah.


















No comments:

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...