Kalo semua orang pada mengeluhkan seberapa besarnya biaya mereka yang dikeluarkan untuk konsultasi menangani anak ABK, kalo aku justru lebih mahalan biaya alat bantu belajar dan media.
Rasanya sulit dan nggak masuk akal aku bayangkan ketika Hikam benar2 di therapi dengan therapi ala anak2 Autism. Belum lagi obat2an yang bikin semakin tidak masuk akal, ketika itu diterapkan ke anakku Hikam.
Mau nggak mau sebagai keluarga HS, yang mana titik sentral ada padaku, karena ayahnya punya waktu cuma sabtu-minggu. akhirnya aku ambil jalan pintas yang wajar dan masuk akal.
"Mengikuti kemana arahnya Hikam" itu saja, dan yang pasti aku harus siap belajar lebih banyak dan banyak lagi, dari siapapun dan bagaimanapun. itu artinya, aku butuh pikiran dan tenaga yang luar biasa untuk membayar kebutuhan pengasuhan Hikam.
Meskipun membiarkannya main dengan bebas bukanlah hal yang mudah, karena butuh tenaga yang ekstra untuk pengawalannya.
Tapi setidaknya dengan membiarkan dia main bebas, meskipun kalo di rumah cenderung tidak boleh keluar dari halaman rumah karena dekat jalan raya dan faktor tetangga yang tidak fair dengan anak.
Dari situ, akan kelihatan, kemana arah yang hendak dia tuju dan dari situ aku ajarkan sesuatu yang membuat dia agar mau keluarkan kosa kata.
Dan bicara soal penelususran jejak (ketertarikan Hikam) yang seperti ini, melebihi dari biaya Konsultasi yang biasanya sering dikeluhkan orang2. Tapi bagiku itu lebih masuk akal, ketimbang therapi2 yang tak tahu kemana arahnya untuk Hikam.
Dari sekedar pecahin layar netbook, keluar masuk rumah sakit (karena jahitan luka dsb) ngrusak barang elektronik, beli softwer, buku2, bolak-balik ke tempat mbah (baik Pekalongan maupun Sragen sendri -+ satu jam dari rumah), refreshing tiap sabtu minggu, belum lagi kalo sekedar acara seminar/apalah soal ABK. Justru mahalnya biaya di situ, selain tenaga yang harus ekstra on apalagi kalo di luar. Aku perlu suplemen makanan, biar kesabaran harus terus terjaga, kalo tidak... bisa jadi aku yang sakit, atau Hikam yang bermasalah.
Sragen itu kota kecil yang nyaris tidak ada tempat rekreasi. Jadi kalo mau main, kalo nggak Solo, Yogya, atau yang paling dekat, Ngawi (perbatasan), atau Karanganyar.
Soal Transportasi, karena kita masih mengandalkan rental, jadi kalo tanggal tua atau lagi bokek, ya mesti motoran. Naik Bus, kayaknya mending nggak pergi daripada Hikam berulah dalam Bus. Tapi sekali aku coba kemarin ke Yogya, alhamdulillah benar2 aman terkendali. Dia hanya memperhatikan orang2 di sekitarnya, kadang tidur, kadang juga ngoceh dengan bahasa planet melihat keluar jendela.
Habis pulang lebaran dari tempat Mbah kemarin, hampir saja tiap minggu kita punya tempat tujuan. Dan itu yang jadikan tulang2ku serasa rontok semua. Tapi sisi positifnya, Hikam sudah mau berbaur, ketika ada teman yang ajak Reka main. Dia mau membuka diri dengan siapapun yang dia temui (itu sepertinya terbantu sikap reka yang care dengan lingkungan sekitar dan mudah bergaul) , meski kadang kalo pas rame banget (seperti kemarin, dia masih suka heboh sendiri), tapi sudah mau diajak salaman dan kadang menatap orangnya, meskipun sebentar.
Bagiku ini perkembangan yang berarti di usianya yang ke 3,4th.
No comments:
Post a Comment