Tuesday, April 19, 2016

Wayang Pinjaman dari Guru Sanggar

Senin kemarin, tepatnya 18 April 2016 sepulangnya dari Sanggar tahu-tahu ayahnya laporan kalau Hikam dipinjami wayang Aswatama dari pak Muji, guru Dalangnya di Sanggar.

Spontan saja aku kaget, kenapa mesti dipinjami?
Kita yang belum mampu beli wayang beneran agak gimana dengarnya. Karena yang jelas, wayang-wayang di Sanggar itu jelas "bunyi" harganya. Dari yang stiknya pakai kayu biasa sampai stik penyu yang harganya bisa sampai 150rb.

Pagi itu ku tinggal anak-anak yang masih tidur antarkan mobil ke bengkel untuk service bareng ayahnya. Sepulangnya dari sana spontan Hikam langsung teriak nangis lihat aku pegang wayang itu.

Saat siang, agak galau juga sebenarnya melihat Hikam main wayang dengan cara kasar. Entah sejak kapan dia main dengan cara dilempar-lempar begitu. Begitu tiba saatnya aku tarik perlahan wayang pinjaman itu dari tumpukan wayang-wayang miliknya. Aku tutupi pake sarung dan ku bawa masuk ke kamar ku letakkan di atas lemari.

Rupanya dia kerasa, begitu noleh wayang itu hilang dari penglihatannya spontan nangis nggriyeng. Aku masih tetap bersikukuh untuk tidak memberikan wayang itu. Tapi rupanya dia tahu kalau itu wayang aku letakkan di atas lemari. Spontan saja tantrum hebat nggak karuan.

Awalnya ku biarkan dia nangis seperti itu. Tapi tak pikir-pikir "Karena itulah dunianya, apalagi yang bisa membuatnya senang kecuali dengan wayang-wayang itu?" pikirku spontan mengaduk-aduk pikiran dan hati.

Sisi lain memang harganya mahal, dan membelinya pun tidak mudah. Tapi kalau dihitung nominal dan kemauan itu sebenarnya tidak sebanding. Katakanlah itu wayang seharga 500rb karena stiknya terbuat dari penyu asli. Meski agak berat dikantong ketika rusak, tapi ada hal yang lebih aku khawatirkan lagi, yakni  soal kepercayaan si Guru pada kami.

Ketika wayang itu beliau pinjamkan, sudah otomatis bapak itu percaya pada kita. Karena setahuku beliau itu tidak mudah meminjamkan wayang-wayang itu pada anak didiknya. Yah... maklumlah... bukan barang murah. Dan ketika misal wayang itu rusak, kemungkinan terbesar bapak itu tidak akan percaya lagi pada kami. Itulah yang saya khawatirkan. Sementara di sisi lain, saya sendiri masih agak dag-dig-dug dengan Hikam yang agak sulit mengajarinya.
Bayangkan ketika beliau tidak percaya lagi pada kami "Orang tuanya"

Siang itu Hikam masih nangis jerit-jerit histeris seperti yang sudah-sudah. Aku benar-benar nggak tahu harus bagaimana.
Waktu itu berusaha ku peluk dia berusaha mberot melepas dekapanku.
Sebisa mungkin ku tenangkan hati dan pikiran dan ku tata lagi perasaanku, dengan harapan itu akan beresonansi pada Hikam yang "kalap".
Nggak terasa air mataku jatuh dan kami nangis berpelukan semakin erat.
Wajahnya yang mungil mendongakkan ke arah wajahku yang telah basah, tangisannya makin kenceng sambil tangnnya ngelap air mataku dengan tangan satunya lagi di belakang punggungku ngepuk-puk.

Antara geli, sedih, galau nggak karuan bagaimana cara memahamkan anak ini bagaimana kehidupan ini akan berjalan.

Aku sebagai ibu tahu apa yang menjadi kebutuhannya. Tapi ketika itu sudah menyinggung hak milik orang lain aku benar-benar bingung harus memposisikan bagaimana.



No comments:

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...