Tuesday, March 15, 2016

Riwayat Kelahiran Reka





Ia lahir dengan bobot 28 gram dan panjangnya 48cm. Mungkin itu ukuran cukup dibanding bayi-bayi yang lainnya. Tapi ada satu hal yang menarik dan ajaib bagiku sejak kelahirannya.
Waktu dia keluar dari rahimku, dia nangis hanya sekali. Setelah itu tak terdengar lagi suara tangisnya. Entah itu isyarat apa aku kurang begitu paham. Hingga ketiga harinya dia nangis dengan suara yang hanya terisak-isak saja, tanpa mengeluarkan suara dengan bibir yang tergetar. Tentu saja ini membuat keluargaku khawatir meski mereka nggak mengatakannya padaku, namun dari desas-desus aku paham kalau mereka mengkhawatirkan dia.

Sore itu suamiku pamit untuk berangkat kuliah ke Yogya, awalnya aku berat. Namun kupikir-pikir dan dengan penguatan spiritnya terhadapku, aku pun melepaskannya berangkat.

Namun malam harinya ia (si Mungil) demam tinggi tanpa mengeluarkan suara tangis sedikitpun meski bibirnya terus tergetar isyaratkan tangis. Bingungnya setengah mati aku waktu itu, namun aku redamkan sendiri. Sementara terlihat mata ibu bengkak menangis duduk di depan bersama kakakku. Aku masih redamkan dan berusaha tenangkan sikapku, meski pikiranku kacau kemana-mana.

Saat itu juga aku telpon suamiku yang sedang dalam perjalanan menuju Yogya. Padahal hujan deras bukan main yang disertai petir dan halilintar yang terus-menerus menggelepar.

Ketika ku telpon, suamiku dalam perjalanan menuju tempat kuliah sampai di Weleri (biangan masjid dan pasar). Suamiku ke Jogja berboncengan dengan mas Yusuf dengan sepeda ms. Yusuf… dia putuskan untuk kembali ke rumah meski kondisi hujan lebat diserati etir halilintar….
Begitu suamiku tiba di rumah, anehnya selang berapa menit demamnya reda...

Beda halnya dengan mertuaku (ibu) yang waktu menungguku tidur, ia justru mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad waktu pukul setengah satu malam. Entah isyarat apa, namun yang jelas beberapa minggu kemudian suamiku ketrima sebagai pegawai negri Sipil di Pengadilan Agama yang dibawah atap Mahkamah Agung. Bukan main aku kagetnya menerima berita itu, yang kebetulan ada sebuah SMS masuk ke handphon suamiku malam hari. Awalnya aku nggak percaya, karena hanya ucapan selamat. Malam itu juga aku suruh cek di situs MA oleh keponakanku yang kebetulan bekerja di Warnet di Jakarta.

Kurang lebih baru di usia 8-9 bulan Reka baru bisa mengangis dengan suara keras. Saat itulah perasaanku lega, meski begitu omongan orang terus mengalir, “Bayi kok ga bisa nangis… dsb”

Hingga baru berusia satu tahun aku mulai lega karena telah pisah dengan mertua. Menurutku omongan mertua banding-bandingkan cucunya dengan cucu kesayangannya itu wajar, dan itu terus membuatku terus tertekan. Karena tiap kali Posyandu, kenaikan berat badannya paling hanya satu sampai dua ons. Dengan segudang masalah, apalagi suamiku yang menurut mereka (kalau belum PNS) nggak dianggap kerja beneran. Bukan main beban yang ku tanggung. Meski begitu suamiku termasuk orang yang sabar bukan kepalang menghadapi pandangan kolot kedua orang tuanya yang selalu meminta kehendaknya terus dituruti, dengan dalih demi masa depan keluarga kami.

Kami pindah ke kontrakan yang kurang lebih satu jam perjalanan dari rumah mertuaku, itu membuatku lega. Apalagi suamiku yang sudah berani ambil sikap untuk protek dari segala campur tangan kelurganya terhadap keluarga kami. Itu membuatku lega. Entah berapa tambah berat badan Reka satu bulan kemudian, namun rasanya begitu berat dibanding kepergian kami dari rumah mertua yang (meskipun kebutuhan materi semua terpenuhi) tapi seperti balita kurang gizi benar.

Dari situ dapat ku tarik kesimpulan, bahwa ternyata ketenangan serta kenyamanan seorang ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan balita. Meski masuk bulan ke empat belas di usia Reka, aku mulai menyapihnya. Kurang lebih hanya satu minggu dia rewel minta nenen (terutama hendak tidur), tapi di hari berikutnya ia mau bermain seperti biasanya. Dan di bulan berikutnya, ia baru mau mulai minum susu formula secara rutin. Bahkan di bulan berikutnya susu setengah kilo habis dalam waktu hanya empat hari.

Semula kami khawatir karena kemudian selain pipisnya sering sekali, (kadang sehari hampir nyampai 20 potong celana) BABnya jadi nggak begitu lancar karena sulit makan.

Pelan namun pasti, ia menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifikan. Diantaranya dia mulai bisa berjalan di usianya 13 bulan.

Aku pikir, pertumbuhannya sedikit terhambat karena seringnya kami bepergian dengan kendaraan bermotor model Honda Astrea yang pir penyangganya nggak begitu kuat seperti Honda-honda keluaran baru.

Diantaranya waktu usia enam bulan, kami pernah mengajaknya pergi ke Yogya yang kurang lebih waktu normal ditempuh dalam waktu 2 jam. Namun karena membawa dia, jadi waktu terulur hingga empat jam. Itu dalam rangka ikut suamiku yang kuliah setiap sabtu minggu di Pasca UII.

Menurutku ia bayi yang ramah, karena begitu tiba di kontrakan temanku yang kebetulan memang rumahnya safe dengan kondisi bayi. Ia langsung akrab dengan teman-temanku dan menyapanya dengan senyuman.
Begitu pula waktu masuk usia 10 bulan. Ia ku ajak kembali ke Yogya dengan sepeda motor. Kali ini dengan sepeda motor iparku, yang masih baru dengan jok yang jauh lebar dan tinggi ketimbang motor kami sendiri.
Meski begitu, fisiknya aku bilang kuat. Karena sejak usia enam bulan yang berturut-turut pulang ke Pekalongan yang kurang lebih memakan waktu 7-8 Jam dan Yogya yang kurang lebih memakan waktu 2 jam jika dengan kereta dan motor bisa sampai 4-5 jam, sampai usia 15 bulan kurang lebih 4 kali ke Pekalongan dan hampir enam kali ke Yogya. Namun kondisinya tetap fit, meski akibatnya badannya nggak bisa montok seperti bayi-bayi lainnya. Meskipun bobotnya bertambah dan tingginya bertambah, namun tetap saja terlihat langsing.

No comments:

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...