Wednesday, April 28, 2021

Pra dan Pasca Oprasi


Pertama kali kejadian, yang pertama kali menjerit adalah dia, dan ternyata... Subhanallah... Allah masih sayang sama kamu Nak... disuruh lebih mendekat lagi sama Allah.

"Kalau mau nangis, nangis saja" sayup2 aku dengar suara kakaknya yang duduk di sofa sebelah dia, dimana dia terbaring.
Tapi rupanya dia nggak bisa nangis. Karena apa yang saya alami, memang nangis butuh tenaga, sementara kondisi sakit yang tak tertahan ini sudah tidak ada energi lagi untuk menangis. Hanya menahan dan menahan... entah sampai kapan...

Begitu malam datang di rumah sakit, masih di ruang IGD dimana kami terbaring berjajar ber 3, saya ayahnya dan dia.
Dia agak kesal.
Rupanya dia kesal karena wayangnya.

Saking gatelnya telingaku yang masih menahan sakit, semntara dia dengan nada marah minta wayang, aku nyletuk;
"Kamu itu apa nggak sadar, kita itu lagi diingatkan sama Allah"
"Tanganmu itu lho, lihat"
"Banyak2 minta maaf sama Allah kamu... sudah sering marah2 terus" kataku yang disambut wajah kesal dia.

Tak lama kemudian rembug demi rembug, antara kakak, swami dan bang leman dari panti sepakat kami masuk ruang VIP satu lorong.

Malam itu para suster membicarakan Hikam agar dijadikan satu sama saya atau ayahnya, biar ada teman.
Tapi dia, bersikukuh nggak mau.
Sehari berlalu, pagi itu juga dia oprasi.
Begitu selesai, saya ditawari untuk melihat kondisinya, tapi dia tetap menolak.
Saya langsung berpikir, dia masih marah dengan kata2ku semalam...

Sehari itu saya masih merasakan sakit. Dan rasanya, untuk bertahan dengan diriku saja sudah bersyukur. Jadi untuk memikirkan anak dengan emosi besar, saya benar2 harus rem kenceng sampai saya tahu benar kondisiku.

Sehari berlalu, saya yang baru datang dari ruang ICU barulah agak fresh meskipun masih kudu berjuang lagi memikirkan hari berikutnya, antara berhasil atau gagal oprasiku.

Budenya saat itu sudah harus bergantian menjagaku, namun karena keperluan keluarga masing2 akhirnya mereka pun pulang. Dan saya sendiri di kamar, yang kemudian anak2 panti pun datang menemani sehari2 secara bergiliran.

Budenya bahkan bilang Hikam nggak mau ditunggui suruhan bang leman, tapi dengan bujukan demi bujukan akhirnya mau juga ditemani.

Aku cuman mbatin..
"Lha iya, dikira enak seperti hotel. Ada ac, tv sama kulkas" tapi seharian di RS rupanya mulai ngeluh sama budenya "Bosen"


Saturday, April 24, 2021

Kata Pasrah

((foto diambil saat hendak buka jahitan yang sudah berusia hampir 1bulan. yang sakitnya luar biasa... karena selain sudah terlalu nekan ke kulit perut, juga terdapat luka bekas pencetan rembesan cairan yang bikin gatel))


Sulit dan ambigu ketika kita berkata "Pasrah".
Karena pasrah, bukan berarti kita menyerah akan kehidupan fana.
Melainkan menyerah setulusnya, se ikhlasnya pada kehendak Allah. Mau diapakan kita.
Berat?
Sangat.
Dulu ini saya praktekkan saat kondisi-kondisi terjepit. Namun rupanya ketika sudah menjadi ibu, saya sering lupa. Bahwa hidup adalah bagian dari serangkain manusia menjalani kehidupannya, baik kehidupan saat hidup di dunia maupun kehidupan setelah mati.

Apa yang terjadi ketika kita sudah pasrah?
Kita siap2 kehilangan apapun. Termasuk nyawa atau harta benda.
Namun ada satu keyakinan yang kadang kita lupakan.
"Bahwa apapun itu, Allah yang ar Rahman dan ar Rahim akan senantiasa menunjukkan jalan kita pada sesuatu yang lebih baik."
Karena kenaikan kelas, selalu akan ada ujian. Makin berat ujian seseorang, makin besar peluang kebesaran yang bakal diraih. Entah apapun itu...

Seperti saat kejadian laka.
Saya kaget bukan main. Merasa Allah sedang mengingatkan keras perbuatan saya beberapa minggu sebelumnya. Disamping energi negatif yang membuat hari2 makin buruk hingga akhirnya energi negatif itu terkumpul dan meledaklah saat itu.

Ya, saya lagi memperhatikan reaksi swami yang cuek, dingin dan keras kepala. Bahkan ketika saya ajak ke Kopeng tidur di Hotel dengan harapan mampu meredakan kebuntuan pikiranku sendiri.
Namun akhirnya tetap saja ditinggal tidur swami di saat saya harus mengajak bicara baik2 dengan anak2.
Saat itu, apa yang terjadi dalam hatiku.
"Jika hendak terjadi, terjadilah... aku menuruti kehendakMu Ya Allah..."
Meski saat itu saya benar2 shock.

Begitupula saat di evakuasi.
Saya hanya bisa pasrah, apapun yang terjadi dalam tubuhku, aku mengikuti kuasaMu.
Lagi2 hanya air mata yang menggelintir.

Beda lagi saat jelang oprasi. Saat itu sudah jelang ashar, saya ingin sholat dulu.
Saat itu pikirku hanya...
"Kalau nyawaku memang ini yang terakhir... saya nggak hutang sholat lagi"
Begitu merem takbirotul ikhram dengan baju selutut dan tanpa jilbab. Saya hanya bisa pasrah...

Lusssss.... tenang betul, damai luar biasa.

Sepanjang ketidaksadaranku, saya seperti sedang melihat dokter tengah membentangkan usus2ku dan organ dalamku dengan warna abu pucat, namun bentuknya lebih besar dari ukuran seharusnya.

Begitu sadar, tenggorokanku tercekat oleh dua pipa oksigen nyekat di tenggorokanku yang tak pikir itu seperti alumunium tipis.

Sayup2 aku dengar, perawat mengambil sampel darah di kakiku, dan kembali membungkusnya rapat2 dan aku dengar

"Ditutup mbak, bu sochibah kedinginan katanya nggak kuat kedinginan" kurang lebih begitu.

Perlahan aku buka mataku berat. Aku lihat di sekelilingku penuh dengan warna putih, termasuk peralatan yang terpasang di tubuhku. Para suster berlalu lalang di sekelilingku memastikan peralatan beberapa pasien di sebelahku yang tak terlihat karena tertutup mesin detak jantung.

Perlahan aku bisa gerakkan kakiku "Alhamdulillah ya Allah.. ternyata aku masih hidup" pikirku mulai menitikkan air mata antara sedih dan bahagia

Jari jemari terasa ringan bisa ku gerakkan perlahan (tidak seperti waktu cesar) dan mulai meraba perutku yang ternyata ada beberapa selang. Termasuk balutan perban di perutku sebelah kiri.

"Mbak, saya sudah dioprasi?"

"Sudah bu, oprasinya sudah selesai"

Lagi2 aku menitikkan air mata, karena nyatanya untuk menangis saja memang butuh tenaga. Jadi berulangkali saya hanya bisa menitikkan air mata terharu,

"Karena nyatanya saya masih dikasih dispensasi umur lagi sama Allah"

Saat itu saya ingat meninggalkan beberapa waktu sholat.

"Mbak... jam berapa?" suaraku berasa kesedak ketelan pipa dan hendak batuk

"Allah ya Robbi..." pikirku pingin nangis karena kudu nahan batuk karena guncangan perut.

"Jam enam bu,"

Sayup2 aku dengar, bahwa harusnya aku di ruang ICU selama 8jam. Jadi aku hitung2, harusnya kalau masuk jam 3 keluar jam 6 berarti masih kurang berapa jam?

Cara berpikirku agak nge fly

Hitung demi hitung, berarti aku bisa keluar dari situ sekitar 5jam lagi. Pikirku saat itu.

Akhirnya aku berpikir untuk ngejar waktu sholat maghrib "pikirku saat itu"

"Mbak.. adzan maghrib nya sudah dari tadi ya?"

si perawat agak bingung,

"Sudah jam 6 pagi, bu"

"Allah ya Robbi..."

Alhamdulillah...





Semoga kelak kita kembali dengan husnul khotimah ya nak...

#jelang lepas jahitan perut#

Terimakasih Allah..
Engkau berikan kami ujian yang cukup berat, dan Engkau berikan kami kekuatan serta kemampuan melewatinya.

Malaikat pelindung dari Bontot

Foto saat dimana laka terjadi, dua anak si sulung dan bontot ini diboyong ke Panti. Dimana mereka singgah dua hari di sana sembari menunggu keputusan kami bertiga yang terbaring di bangsal RSUD Salatiga.

Bahkan di saat terjadi evakuasi, bontot yang di dudukkan di atas sofa dimana aku terbaring tak berdaya. Aku tahu dia bingung karena semua orang asing.
Untung ada senior kakak yang langsung datang dan mengurusi saat itu.

Katanya saat di panti pun dia nggak mau diajak sama siapapun kecuali sama kakaknya.
Bahkan saat hendak diungsikan oleh bude nya di Batang, sepanjang dalam mobil dia happy banget mau gurau sama keponakan yang usianya 5thnan.

Tapi begitu sampai di Batang, sambutan datang dari keponakan dan bude2nya yang riuh membuat dia bingung mencari2 sosok emaknya.
Saat itulah dia nggak mau lagi diajak lagi sama bude nya yang ungsikan alias kakakku.
"Nesu ketok'e... mergo dikira mau jemput ummi. Tapi begitu tiba di rumdin tingak tinguk nggak ada awakmu" kata mbakku


Malamnya dia sempat kluyar kluyur sendiri. Begitu mau tidur juga sempat rewel.
Tapi Alhamdulillah hari2 berikutnya tetap happy sekalipun nggak mau disentuh lagi sama kakakku maupun bude2nya yang lain😄.


Kira-kira begitu oprasiku berjalan lancar 3hari berikutnya, budenya yang bilang "Nanti jemput ummi, di RS ya.."
Saat itu, baru deh mau disentuh sama bude nya dan disuapi



Keajaiban itu.. semoga selalu ada di dirimu ya Nak...
Semoga para Malaikat selalu melindungi perjalanan hidupmu dimanapun kamu berada.
Sehat selalu Nak...

Apapun itu, Tri.akasih banyak ya Allah...
Semoga Engkau memaafkan dan mengampuni semua dosa2 kami..

Sulungku yang Hebat

Sulungku yang Hebat

foto adalah hasil jepretan sulung saat pasca pemulihan di rumah (puasa ramadhan 2021)

Dia memang sering kesal karena mendapat mandat ini itu dari emak bapaknya untuk jagain atau memastikan adik2nya aman.

Tapi hari itu (Saat peristiwa laka, yang hampir menyabet nyawa kami) tanpa ngedumel apalagi ngeluh, dia seperti lelaki yang hendak melindungi semua anggota keluarganya.

Bahkan ayahnya sendiri sempat shock saat itu, yang seumur-umur baru kali ini saya lihat swamiku nangis karena merasa bersalah dan telah mencelakai semua keluarganya.

Setelah kami semua dievakuasi yang saya sendiri hampir nggak sadar menahan rasa sakit, yang saya kira malah tulang punggung yang kenapa2 karena untuk miring saja, masya Allah...
swami sudah bermuka darah.

Dia, sulungku memastikan semuanya dalam kondisi aman.

Dia baru sadar ketika ada salah satu polisi yang berdiri di belakang dia dan melihat kerudungnya robek. Kira-kira kepalanya luka sobek dua titik sekitar 3cm. Tapi nyaris nggak nggagas dengan dirinya.

"Nggak apa-apa kok, nggak apa-apa"
Dari suaranya aku tahu dia lagi memproteksi diri dan keluarganya agar tidak semuanya limbung.

Dia memastikan barang2, bahkan berinisiatif nelpon bude nya di Batang dan ayahnya yang menyuruh telp sepupu polisi di Sragen untuk mengurus kendaraan.

Belum selesai orang2 pada ramai meminta untuk mengambil semua barang2, dia segera keluar dan mengambil semua barang2 yang ada dalam mobil, yang entah bentuknya seperti apa.

Seorang diri... ya. dia memastikan barang2nya yang tertinggal di dalam mobil seorang diri.

Saat itu... dia sempat memastikan ada apa  dengan kendaraannya (sisi dimensi sebelah). Dan rupanya dia bisa menyimpulkan seperti apa bentuknya, lewat penjelasan film anime. Dan dia menjelaskan itu, baru dua hari yang lalu.

Apapun itulah... Allah Maha Berkehendak. Dan saya dipaksa mengikuti kehendakNya.
Mungkin kami harus terjerat dalam sebuah ranjau untuk mempelajari segala sesuatu lebih jelas lagi.

Entah bagaimana dia mobat mabit sendiri, termasuk nggagas Hikam dan kasih minum dengan aqua gelas (samar2 sy lihat) karena saya sendiri sudah nyaris tak bisa gerakkan badan, kalaupun bisa menoleh sakitnya luar biasa...
Hikam hanya nangis pada saat "Darrr!!!!", setelah itu nyaris nggak terdengar suara tangisnya lagi cuman anteng. Yang aku tahu dia cuman keluarkan air mata dengan tulang yang sudah njepat keluar.

Setelah selesai, adiknya yang lagi duduk tepat di atas kepalaku hendak disapa sama ibu2, tapi apa kata si kakak.
"Dia nggak mau kalau sama orang nggak dikenal"
Dan.. bener saja, dia langsung turun dari sofa tempat dimana aku terbaring, lalu turun dan jalan ke arah kakaknya yang langsung dipangku.

Saat itu aku hanya mbatin
"Allahu Akbar... ternyata anak ini nggak apa2" alias bisa jalan.
Karena pas kejadian, si kecil duduk di bawah jok, tepat di bawah dashboard. Saat itu aku sudah pasrah entah... apa yang terjadi dengan kakinya karena di bawah dashboard pas yang turun dan pecah.

Sepanjang di panti, si kakak rupanya benar2 protektif pada adiknya. Begitupula dengan si kecil yang hanya mau pada sulung.
Alhamdulillah Amira nggak rewel juga.

Hari itu... dimana seperti mimpi buruk di siang hari.
Tapi apapun itu, saya terima sebagai teguran keras dari Allah atas sesuatu.

#MaulanaHomeschoolers
#LikaLikuEureka
#Laka

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...