Tuesday, May 10, 2022

Perkembangan Amira 2-3tahun




Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya di usia menjelang itu dia sudah mulai ada ledakan kosa kata. Namun saat itu ia mengalami gangguan psikis karena ketidakberadaanku di sisinya selama hampir 2 minggu di Rumah Sakit, dan 5 hari di Rumah Dinas kakak, pasca operasi. 

Barulah pasca pemulihan dimulai, sekitar 2-3bulan ke belakang perkembangan kosa kata kembali dimulai, hingga bukan lagi kata yang keluar melainkan dialog dan pengajaran yang berkembang sangat pesat. Bahkan bisa dibilang daya tangkapnya di atas rata-rata anak pada umumnya. Entah ini karena pengaruh faktor susu formula atau psikologi saya yang stabil dibanding kakak-kakaknya dulu.


Saturday, January 22, 2022

Biografi 1

Namaku Seno, aku dilahirkan dari 13bersaudara dari keluarga miskin di pinggiran kota pantura.
Ayahku seorang mantan veteran yang taat beragama. Ibuku seorang bakul nasi yang dulunya hanya sering menjepit rasa lapar anak2nya dengan kerja keras dan tawakal.

Aku adalah seorang gadis berusia 13tahun yang duduk di bangku smp.
Sejak masuk sekolah favorite ini, aku kudu berjuang keras mengingat kerja keras bapak ibuku yang selalu bangun jam 1malam, sholat tahajud sembari menanak nasi dengan dandang yang teramat besar.


Kami dididik oleh bapak bermental baja, dan taat aturan. Maklum, bapak adalah seorang mantan veteran yang selalu mengidolakan sosok Soekarno dan faham betul bagaimana orde baru dan orde lama berjalan.

Tapi di tengah perjuangannya sebagai seorang pejuang, bapak harus berhenti saat akan diangkat menjadi anggota kepolisian karena gaji polisi jelas tidak bakalan cukup untuk menafkahi 7orang anaknya saat itu.

Bapak adalah anak tunggal dari seorang ibu yang luar biasa cerdas, dengan jalinan network yang sangat luas di jamannya.

Beliau mampu menguasai teknik bermacam ketrampilan. Dari menciptakan motif batik tulis sendiri, anyaman, membuat bermacam kue, sampai menjahit bermacam pakaian laki-laki maupun perempuan, tanpa mengukurnya terlebih dulu. Yang jumlah jahitannya bukan hanya satu dua lemari kuno yang besar-besar, tapi banyak. Saat itu aku tak begitu mengingatnya. Yang ku ingat pasti adalah meja besar kayu jati yang berat, beserta beberapa lemari yang berisi jejalan potongan kain-kain yang ia jahit dengan tangannya sendiri.


Uniknya lagi, ia tidak pernah memberi nama satu persatu kain itu. Bahkan ia mengingat betul bagaimana model satu persatu yang diinginkan para pelanggannya yang merasa selalu pas dengan potongannya.
Dan... kualitas jahitannya selalu kecil-kecil yang membuat baju-baju itu selalu awet dipakai.

Sementara ibuku yang nikah muda, terpaut 10tahun dengan bapak yang sudah menduda ditinggal mati istrinya meninggalkan 4orang anak laki-lakinya.

Beliau adalah anak mantan saudagar kaya raya pengusaha kayu yang akhirnya meninggal di usia ibu yang masih muda.

Bisa dibilang ibu tak memiliki ketrampilan apapun untuk mempertahankan hidupnya dengan bapak sebagai anak tunggal dari ibu yang terkenal karena kemampuannya yang serba bisa.

Tapi, nenek tak pernah mempercayakan pekerjaannya pada siapapun. Bahkan pada anaknya sendiri yang selalu dimanjakan. Begitu juga dengan ibu.

Bapak dan ibu mulai membangun usaha kecil-kecilan dari melihat ketrampilan nenek yang dikerjakannya saban hari seorang diri.

Dari ketrampilan membatik, membuat macam-macam masakan, sampai menjahit baju.

Ibu termasuk pekerja keras, karena sejak ditinggal mati bapaknya, beliau ikut dari saudara ke saudara lainnya demi menyambung hidup.

Tapi usaha yang dibangun tak pernah berjalan mulus seperti nenek yang namanya semakin terkenal.
Bahkan keluarga besar nenek ini pada masa senjanya, terkenal dengan keluarga Tailor.

Usaha-usaha yang dibangunnya tak pernah berhasil ini, membuat kondisi ekonomi tak pernah mulus. Belum lagi mengurus anak yang semakin banyak, dengan bermacam karakter yang unik ini membuat bapak makin depresi, bahkan nyaris stress.

Namun uniknya dari bapak, beliau tak pernah memperlihatkan kemarahannya ini pada ibu di depan anak-anaknya meskipun keduanya sedang dirundung masalah besar. Meskipun sikap keduanya ini terlihat kompak dalam menangani anak-anaknya, tapi sebenarnya ibu selalu ditekan untuk membenarkan sikap mereka.

Bapak benar-benar keras mensikapi anak-anak gadisnya. Beliau akan selalu berada di depan pintu dengan membawa penggaris kayu panjang atau penjalin pada anak gadisnya yang pulang terlambat sebelum adzan maghrib tiba.

Termasuk dengan 4kakak orang laki-laki. Tapi mereka selalu mendapat perlindungan dari saudara ibu kandung maupun nenek saat bapak bersikap keras kepadanya. Alhasil bapak selalu kalah, dan akhirnya lebih lunak berusaha mengambil hati mereka. Namun itu tak berhasil, karena nenek yang selalu memanjakannya dengan bermacam kue dan uang yang tiap kali mereka minta.

Jadi sekeras apapun usaha bapak, hanya sia-sia.
Hanya ada satu anak laki-laki yang sangat patuh pada bapak. Ia bahkan membantu pekerjaan ibu. Sementara kakak nomor dua selalu menjadi tameng bagi adik-adik perempuannya yang nggak punya rambut dan dianggap bodoh oleh teman-temannya.

Perangai dua orang anak laki ini sama-sama kerasnya, bahkan beberapa kali ia pernah adu jotos di luar rumah.

Kakak laki-laki yang dianggap paling soleh ini adalah anak penurut, namanya Bagas. Pawakannya kecil tapi berotot, ia memiliki semangat kerja keras yang tinggi, namun sedikit bicara.

Dalam ceritanya, ia termasuk anak yang sangat rigid.
Sampah yang sudah dibuang ibu ke cekungan tanah bakal ia ambil lagi gara-gara malamnya ia bilang kalau besok pagi dia lah yang bakalan buang sampah.
Sambil nangis tersedu ia ambil sampah-sampah itu lagi ke dalam krombong, lalu kembalikan ke tempat semula, dan ia buang lagi ke cekungan tanah.

Ia termasuk anak speech delayed.
Bahkan saat ia sudah duduk di bangku kelas satu, saat ia minta minum pada ibu. Ia menarik-narik ibu sambil menempelkan jarinya pada ujung lidah.

Di lain cerita saat ibu bapak hendak pergi, ia diminta jaga pintu. Dan, benar saja sampai bapak ibu pulang ia duduk sampai tertidur menungguinya di belakang pintu rumah.

Beda hal dengan kakaknya Hutama.
Ia terkenal banyak akal, bahkan lebih cerdik dibanding 2 saudara kandungnya.
Ia selalu mampu mengambil kesempatan di tengah kondisi ekonomi yang serba pas-pas an. Ia menjadi individu yang independent, tidak banyak memihak pada siapapun asalkan itu menuntungkan bagi dirinya. Namun selagi bisa, ketika adik-adiknya mendapat masalah ia selalu menjadi garda depan.

Dalam perjalanannya ekonomi keluarga mulai tumbuh pesat saat aku lahir. Bahkan mereka selalu bilang, masa ku adalah masa ke emasannya keluarga saat itu. Jadi nyaris saja aku tak pernah menemui kesulitan ekonomi, apalagi penyakit yang aneh-aneh karena soal kurangnya gizi.

Aku termasuk bayi yang lahir paling besar. Bobotku 4kg lebih.
Karena kerepotan ibu mengurus warung, ibu hanya memberiku asi sekitar usia 3-4bulan saja, setelah itu menggunakan susu sapi segar.

Tapi entah kenapa, rasanya aku masih ingat betul, bagaimana aroma rheumason pada puting ibu. Bahkan sempat dilakband.

Kadang aku juga heran, mana cerita yang benar? Benarkan bayi usia 4bulan sudah bisa mengingatnya hingga tua? Atau ibu yang lupa menyusuiku hingga usia berapa.

Jika tidak benar, lalu memori apakah itu?
Aku bahkan masih bisa mengingat bagaimana suasana kamar ibu yang pengap.

Aku masuk sekolah kelas 1 MI setingkat SD di usia 5tahun. Ibu mengira, aku ini anak yang cerdas karena di usia itu, hampir semua lagu-lagu saat itu aku hafal lyriknya.

Tapi apa yang terjadi?
Ternyata justru menjadi bulan-bulanan bagi ibu dan kakak-kakakku.

Aku termasuk anak pemberani, sekalipun sering dibully (kena jitakan tangan dari salah satu anak laki-laki yang paling tinggi di kelasku) Karena aku duduk paling belakang, dan ibu atau kakakku selalu duduk di sebelahku. Tapi rupanya sering kecolongan kena jitak.

Sekalipun tidak bisa, sambil menangis, aku selalu mau jika disuruh maju menuliskan sesuatu sama ibu guru yang seingatku dia guru yang cantik lagi sabar.

Saat istirahat tiba, aku selalu menghabiskan uang paling banyak diantara teman-temanku.
Bahkan ini sering menantang kesabaran ibu maupun kakakku. Karena jika apa yang kuminta, nggak ku turuti, kulit mereka bakal gosok kena cubitan dan pukulanku.

Begitu hari demi hari, hingga di ujung penerimaan raport, buku raportku kebakaran penuh dengan angka merah.

Ibu pun pasrah. Ia memasukkanku ke sekolah SD Inpres dekat rumah yang selalu terendam banjir saat musim hujan tiba.

Saat masuk di SD itu, aku merasa bahwa materi di sekolah itu benar-benar sangat amat mudah dibanding dengan sekolah MI favorite dulu.

Di sekolah "Blumbang" alias tempat sampah, kata orang-orang, termasuk anak manis yang selalu menunjukkan sikap baiknya selama di sekolah.
Tapi di rumah, aku berubah menjadi monster yang mengalahkan semua kakak-kakakku.

Tiap subuh tiba, selalu ada ritual tantrum yang bakal terjadi dan meledakkan suasana gelap menjadi gaduh karena tangisanku ketika bapak tidak membangunkanku untuk pergi ke surau bersama.

Bagiku sholat di surau seperti kewajiban tersendiri yang bakal jadi kiamat ketika tertinggal.
Dan... tangisan itu bisa sangat lama hingga menjelang sekolah tiba, uring-uringan selalu terjadi.

Aku merasa tidak nyaman sama sekali ketika apa yang ku anggap nggak pas itu terjadi padaku.
Seperti halnya soal seragam merah putih yang selalu disetrika rapi, bahkan saking rapinya, kakak perempuan nomor 2 yang selalu mengurus keperluanku menjadikan lipatan seragam itu nyaris tajam jika terkena jari-jari.
Tapi di mataku, kancing yang sedikit kendor bisa jadi malapetaka besar yang aku membayangkan itu bakal lepas dan sebagian kulitku bakalan terlihat dan tidak rapi lagi.

Apalagi jika kuciran rambut yang tidak rapi. Satu rambut pendek yang baru tumbuh di ubun-ubun yang selalu njepat keluar dari karet kucirnya, merasa seperti ada ulat yang sedang jalan mengendap-endap di kepalaku. Dan itu mengerikan sekali rasanya, seluruh badan serasa berantakan, spontan ku obrak-abrik tatanan rambutku yang telah tertata rapi. Tidak berhenti sampai di situ, baju yang sudah tertata rapi spontan aku lepas paksa yang kadang membuat kancing baju terlepas. Dan itu... bisa-bisa gagal berangkat sekolah.

Tidak cukup sampai di situ tali sepatu yang ikatannya kurang pas di kaki bakalan melayang ke udara bersama kedua sepatu dan seragam yang kulempar setelah kakakku menata dengan sangat rapi dan teliti.

Itulah permulaan hidup serasa di neraka. Dimana kakakku yang selalu dipaksa mengalah ku tuntut kesempurnaan tiap pagi saat jelang sekolah.


















Saturday, December 18, 2021

Break di Hutan Kota

Ini adalah cara kami melepas penat selama 5hari di rumah. Meskipun 5 hari ini bukan berarti di dalam rumah terus menerus, melainkan belajar mendisiplinkan diri, memahami diri sendiri, membentuk karakter agar bisa menerima masyarakat dengan berbagai kondisi, sehingga mereka satu saat fight menghadapi kondisi di lapangan yang sebenarnya. Menemui masyarakat dengan berbagai karakter.
Yang paling oenting adalah membangun mental survivor mereka agar tetap teguh dengan memahami keunikan diri sendiri yang memang berbeda dari keumuman orang.

Wednesday, December 1, 2021

Giftedness (Cara Tuhan mengirinkan Hamba terbaiknya)

Judulnya terkesan arogan.

Tapi begitulah kira-kira yang bisa saya gambarkan bagaimana anak-anak Gifted ini tumbuh dan hidup.

Mereka dengan perangkat yang spesial dari Tuhan, diberi kelebihan khusus untuk memurnikan ajaran Illahiyah yang suci.

Hanya saja, seberapa berhasil anak ini survive dalam kehidupan yang sudah bercampur baur antara kebaikan dan keburukan, lingkungan dan kemampuan dalam diri merekalah yang bakal menentukan.

Kadang saat berpikir bagaimana orang-orang Gifted ini hidup, yang kebetulan punya nasib lingkungan kurang aware dengan kondisi si anak saat dewasa pun tambah besar juga masalahnya. Meskipun ada beberapa di titik kulminasi, mereka bakal slow down seperti memiliki kesadaran penuh dari dalam dirinya sendiri. Secara penuh. Yang mana kesadarannya ini melebihi dari orang-orang pada umumnya.

Tapi yang pasti.
Anak Gifted itu bagaikan Alien yang datang dari planet yang jauh, yang memiliki pola pikir berbeda, tingkah laku berbeda dan juga pola yang berbeda.

Saat kita tanya, Mengapa dia bersikap demikian, jawabannya pun pasti membuat kita terkaget-kaget. Di luar jangkauan pemikiran anak-anak pada umumnya, se usianya.

Makanya ketika lingkungan tidak mendukung untuk, minimal "Paham" dengan mereka, akan buanyak sekali benturan-benturan yang tiada habisnya. Lalu akan melabeli macam2.
Karena kaca mata kita (orang biasa) beda, dengan kaca mata dia.
Inilah yang lalu menimbulkan masalah di kemudian hari dengan orang-orang sekitar. Dari lingkungan sekolah, rumah, hingga tempat2 publik.

Yang kemudian saat mereka dewasa memiliki masalah luka batin di masa anak-anak yang belum terselesaikan. Yang sebenarnya itu munculnya atas reaksi dari dirinya sendiri.

Kadang, mereka jadi memiliki semacam dendam, sakit hati dan lain sebagainya yang dilampiaskan ke dalam wujud yang bermacam-macam. Dari hal positif, hingga yang paling buruk dan serem.

Lalu ketika mereka jadi orang tua yang auto bawa gen Gifted pun akan bakal banyak benturan dengan banyak orang. Dari suami, ipar, mertua hingga orang-orang di sekelilingnya.

Apalagi jika ini terjadi saat kehamilan. Si bayi pun merekam peristiwa di luar dengan reaksi si ibu.
Lahirlah anak2 dengan temperamen macam-macam, yang kelak saat mereka lahir dan menjadi anak-anak pun juga 2x bahkan 10x bermasalah tergantung bagaimana si ibu mensikapi. Makanya menurutku, penting bagi mereka diajarkan pemahaman spiritual.
Bukan dogma agama yang melulu pada syariat (dalam islam) kewajiban dan lain sebagainya. Melainkan lebih dari pendalaman.
Mengapa Allah ciptakan kita yang seperti ini, mengapa Allah harus hadapkan kita pada orang2 seperti ini dan itu.

Dan satu-satunya untuk memutus mata rantai emosi negatif itu adalah dengan penyadaran diri si ibu, tentu dengan dukungan orang2 di sekitarnya, termasuk swami dan anak kelak jika memang anak sudah mulai bisa diajak berinteraksi.

Karena masalahnya tidak hanya sebatas kemampuan kognitif dan perilakunya saja.

Mereka ini.. butuh orang yang mau menerima dirinya. Meskipun menerima, bukan berarti membiarkan perilakunya yang buruk. Tidak.
Tidak ada kata Excuse dengan perilaku buruk apapun dan dimanapun.

Kadang mereka bilang
"Aku yang disakiti, mengapa harus aku yang memaafkan??"
Iya.
Tapi memaafkan, bukan berarti menerima begitu saja perilaku buruk mereka di masa lalu kita.
Memaafkan adalah untuk kesehatan diri kita.
Memaafkan juga berarti memahami konteksnya. Konteks apa yang sedang terjadi saat itu.
Kita bagaimana, dia bagaimana.
Kalau nggak ingat, sadari saja. Hadirkan orang itu dalam sudut letih kita.

Karena konsep Tebar Tuai masih berlaku untuk alam kita, ayatnya lupa😂.
Jadi, saat kita disakiti orang lain, satu saat orang itu akan menuai. Entah hari ini, tahun besok atau 10th mendatang. Tanpa kita campur tangan.
Jadi balik PRnya adalah memaafkannya, dan menyadari diri kita sepenuhnya dengan kelebihan dan kekurangan masing2.

Ketika kita sudah tahu bagaimana karakter Gifted, kita pun jadi lebih sadar "Ternyata perilaku kita memang menyebalkan bagi dia.."
Lalu saat anak-anak kita berperilaku yang jungkir balik, disadari saja. Memaafkan dan minta maaf pada orang tua kita atau orang2 di sekitar kita yang sudah membuatnya kesal mereka di masa lalu.
Dan itu PR sepanjang usia, memaafkan..karena memaafkan seperti layaknya mencabuti rumput, harus sampai ke akar2nya. Jika kita potong di permukaan satu saat akan tumbuh lagi, membuat sakit hati lagi, anak kita tidak stabil lagi..

#Reminder4Me
#PeduliGiftedIndonesia
#MaulanaHomeschoolers

Wednesday, June 16, 2021

Pilihan tidak masuk pondok

Sesaat saya berpikir, bahwa anak-anak yang memang punya bawaan indigo ini baiknya memang perlu banyak belajar realita sains.
Mengapa? karena ketika ia belajar realita sains, ia akan belajar berpikir real life yang cenderung menggunakan akal logika. Tidak mengikuti perasaan apalagi tahayul sembarang macam.
Pikiran harus disibukkan dengan banyak masukan ilmu pengetahuan nyata.
Memang sesaat saya sempat gamang ketika anak2 teman, saudara semua dimasukkan ke pondok. 
Bahkan saya tahu, banyak pondok modern yang mampu unggul di bidang sains.
Tapi bagaimanapun, saya merasa bahwa komunikasi antara saya dan anak, ini akan saya lanjutkan sampai mereka benar2 siap menghadapi dua dunia mereka, atau minimal mereka merasa aman.

Tapi ketika belajar flash back melihat apa yang dialami kakak, hidupnya makin terlihat aneh dan makin menjadi-jadi saat ia menikah dan punya anak.
Begitupun dengan para ustadz apalagi dukun yang cenderung menggunakan perasaan tinimbang akal pikiran.

Untuk itulah dengan berat hati saya ambil keputusan untuk tidak memasukkan mereka ke pondok pesantren, yang mana pondok pesantren biasanya sering mengunggulkan kemampuan anak-anak indigo.

Ternyata...
Ketika saya dulu sering gembar gembor ke anak, sholat, sholat dan sholat, ngaji, ngaji dan ngaji. Dan mengatakan kepada mereka, bahwa itu adalah sarana komunikasi kamu dengan Allah tiap waktu. Ternyata begitu mereka masuk remaja, sangat terasa manfaatnya ketika mereka benar2 Indigo.
Bahwa kita harus selalu koneksi dengan Allah, bukan dengan yang lain.

Sekarang... Di saat mereka mulai meninggalkan masa anak-anak, tinggal nge "klik" bagaimana mereka harus meluruskan niat mereka, di saat bacaan mereka Alhamdulillah lancar, meskipun sesekali bacaan tajwidnya perlu dibenahi.

Wednesday, April 28, 2021

Pra dan Pasca Oprasi


Pertama kali kejadian, yang pertama kali menjerit adalah dia, dan ternyata... Subhanallah... Allah masih sayang sama kamu Nak... disuruh lebih mendekat lagi sama Allah.

"Kalau mau nangis, nangis saja" sayup2 aku dengar suara kakaknya yang duduk di sofa sebelah dia, dimana dia terbaring.
Tapi rupanya dia nggak bisa nangis. Karena apa yang saya alami, memang nangis butuh tenaga, sementara kondisi sakit yang tak tertahan ini sudah tidak ada energi lagi untuk menangis. Hanya menahan dan menahan... entah sampai kapan...

Begitu malam datang di rumah sakit, masih di ruang IGD dimana kami terbaring berjajar ber 3, saya ayahnya dan dia.
Dia agak kesal.
Rupanya dia kesal karena wayangnya.

Saking gatelnya telingaku yang masih menahan sakit, semntara dia dengan nada marah minta wayang, aku nyletuk;
"Kamu itu apa nggak sadar, kita itu lagi diingatkan sama Allah"
"Tanganmu itu lho, lihat"
"Banyak2 minta maaf sama Allah kamu... sudah sering marah2 terus" kataku yang disambut wajah kesal dia.

Tak lama kemudian rembug demi rembug, antara kakak, swami dan bang leman dari panti sepakat kami masuk ruang VIP satu lorong.

Malam itu para suster membicarakan Hikam agar dijadikan satu sama saya atau ayahnya, biar ada teman.
Tapi dia, bersikukuh nggak mau.
Sehari berlalu, pagi itu juga dia oprasi.
Begitu selesai, saya ditawari untuk melihat kondisinya, tapi dia tetap menolak.
Saya langsung berpikir, dia masih marah dengan kata2ku semalam...

Sehari itu saya masih merasakan sakit. Dan rasanya, untuk bertahan dengan diriku saja sudah bersyukur. Jadi untuk memikirkan anak dengan emosi besar, saya benar2 harus rem kenceng sampai saya tahu benar kondisiku.

Sehari berlalu, saya yang baru datang dari ruang ICU barulah agak fresh meskipun masih kudu berjuang lagi memikirkan hari berikutnya, antara berhasil atau gagal oprasiku.

Budenya saat itu sudah harus bergantian menjagaku, namun karena keperluan keluarga masing2 akhirnya mereka pun pulang. Dan saya sendiri di kamar, yang kemudian anak2 panti pun datang menemani sehari2 secara bergiliran.

Budenya bahkan bilang Hikam nggak mau ditunggui suruhan bang leman, tapi dengan bujukan demi bujukan akhirnya mau juga ditemani.

Aku cuman mbatin..
"Lha iya, dikira enak seperti hotel. Ada ac, tv sama kulkas" tapi seharian di RS rupanya mulai ngeluh sama budenya "Bosen"


Saturday, April 24, 2021

Kata Pasrah

((foto diambil saat hendak buka jahitan yang sudah berusia hampir 1bulan. yang sakitnya luar biasa... karena selain sudah terlalu nekan ke kulit perut, juga terdapat luka bekas pencetan rembesan cairan yang bikin gatel))


Sulit dan ambigu ketika kita berkata "Pasrah".
Karena pasrah, bukan berarti kita menyerah akan kehidupan fana.
Melainkan menyerah setulusnya, se ikhlasnya pada kehendak Allah. Mau diapakan kita.
Berat?
Sangat.
Dulu ini saya praktekkan saat kondisi-kondisi terjepit. Namun rupanya ketika sudah menjadi ibu, saya sering lupa. Bahwa hidup adalah bagian dari serangkain manusia menjalani kehidupannya, baik kehidupan saat hidup di dunia maupun kehidupan setelah mati.

Apa yang terjadi ketika kita sudah pasrah?
Kita siap2 kehilangan apapun. Termasuk nyawa atau harta benda.
Namun ada satu keyakinan yang kadang kita lupakan.
"Bahwa apapun itu, Allah yang ar Rahman dan ar Rahim akan senantiasa menunjukkan jalan kita pada sesuatu yang lebih baik."
Karena kenaikan kelas, selalu akan ada ujian. Makin berat ujian seseorang, makin besar peluang kebesaran yang bakal diraih. Entah apapun itu...

Seperti saat kejadian laka.
Saya kaget bukan main. Merasa Allah sedang mengingatkan keras perbuatan saya beberapa minggu sebelumnya. Disamping energi negatif yang membuat hari2 makin buruk hingga akhirnya energi negatif itu terkumpul dan meledaklah saat itu.

Ya, saya lagi memperhatikan reaksi swami yang cuek, dingin dan keras kepala. Bahkan ketika saya ajak ke Kopeng tidur di Hotel dengan harapan mampu meredakan kebuntuan pikiranku sendiri.
Namun akhirnya tetap saja ditinggal tidur swami di saat saya harus mengajak bicara baik2 dengan anak2.
Saat itu, apa yang terjadi dalam hatiku.
"Jika hendak terjadi, terjadilah... aku menuruti kehendakMu Ya Allah..."
Meski saat itu saya benar2 shock.

Begitupula saat di evakuasi.
Saya hanya bisa pasrah, apapun yang terjadi dalam tubuhku, aku mengikuti kuasaMu.
Lagi2 hanya air mata yang menggelintir.

Beda lagi saat jelang oprasi. Saat itu sudah jelang ashar, saya ingin sholat dulu.
Saat itu pikirku hanya...
"Kalau nyawaku memang ini yang terakhir... saya nggak hutang sholat lagi"
Begitu merem takbirotul ikhram dengan baju selutut dan tanpa jilbab. Saya hanya bisa pasrah...

Lusssss.... tenang betul, damai luar biasa.

Sepanjang ketidaksadaranku, saya seperti sedang melihat dokter tengah membentangkan usus2ku dan organ dalamku dengan warna abu pucat, namun bentuknya lebih besar dari ukuran seharusnya.

Begitu sadar, tenggorokanku tercekat oleh dua pipa oksigen nyekat di tenggorokanku yang tak pikir itu seperti alumunium tipis.

Sayup2 aku dengar, perawat mengambil sampel darah di kakiku, dan kembali membungkusnya rapat2 dan aku dengar

"Ditutup mbak, bu sochibah kedinginan katanya nggak kuat kedinginan" kurang lebih begitu.

Perlahan aku buka mataku berat. Aku lihat di sekelilingku penuh dengan warna putih, termasuk peralatan yang terpasang di tubuhku. Para suster berlalu lalang di sekelilingku memastikan peralatan beberapa pasien di sebelahku yang tak terlihat karena tertutup mesin detak jantung.

Perlahan aku bisa gerakkan kakiku "Alhamdulillah ya Allah.. ternyata aku masih hidup" pikirku mulai menitikkan air mata antara sedih dan bahagia

Jari jemari terasa ringan bisa ku gerakkan perlahan (tidak seperti waktu cesar) dan mulai meraba perutku yang ternyata ada beberapa selang. Termasuk balutan perban di perutku sebelah kiri.

"Mbak, saya sudah dioprasi?"

"Sudah bu, oprasinya sudah selesai"

Lagi2 aku menitikkan air mata, karena nyatanya untuk menangis saja memang butuh tenaga. Jadi berulangkali saya hanya bisa menitikkan air mata terharu,

"Karena nyatanya saya masih dikasih dispensasi umur lagi sama Allah"

Saat itu saya ingat meninggalkan beberapa waktu sholat.

"Mbak... jam berapa?" suaraku berasa kesedak ketelan pipa dan hendak batuk

"Allah ya Robbi..." pikirku pingin nangis karena kudu nahan batuk karena guncangan perut.

"Jam enam bu,"

Sayup2 aku dengar, bahwa harusnya aku di ruang ICU selama 8jam. Jadi aku hitung2, harusnya kalau masuk jam 3 keluar jam 6 berarti masih kurang berapa jam?

Cara berpikirku agak nge fly

Hitung demi hitung, berarti aku bisa keluar dari situ sekitar 5jam lagi. Pikirku saat itu.

Akhirnya aku berpikir untuk ngejar waktu sholat maghrib "pikirku saat itu"

"Mbak.. adzan maghrib nya sudah dari tadi ya?"

si perawat agak bingung,

"Sudah jam 6 pagi, bu"

"Allah ya Robbi..."

Alhamdulillah...





Semoga kelak kita kembali dengan husnul khotimah ya nak...

#jelang lepas jahitan perut#

Terimakasih Allah..
Engkau berikan kami ujian yang cukup berat, dan Engkau berikan kami kekuatan serta kemampuan melewatinya.

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...