Tuesday, May 17, 2016

Buruknya sistem Pendidikan dan Minimnya Pengetahuan Orang Tua penyebab Gagalnya seorang anak

Ketika ada orang yang menyerangku "Kenapa anaknya tidak di sekolahkan, mau jadi apa nanti?"
Yang terbetik dalam benakku banyak sekali jawaban yang ingin aku lempar, tapi sayangnya aku ini bukanlah orang yang mudah menjabarkan semua pikiranku ke dalam bahasa verbal dengan baik.
Terkadang justru bukan alasan kuat yang ada dalam benakku melainkan jawaban yang kian membuatku ingin menyerang genti.

Sederet pengalaman buruk dengan pembelajaran yang aku alami membuatku harus berpikir seribu kali untuk memasukkan sekolah anak-anakku, yang belakangan baru tahu, jika anakku ini nyaris seperti fotocopy ku dengan casing dan cetak tangan yang berbeda pula.

Bagaimana bisa aku yang sejak dulu termotivasi dengan kata-kata ibu.
"Ibah ini kalau nanam apapun, pasti tumbuh" yang kemudian muncul minat, "Apa aku harus masuk ke jurusan Pertanian saja?" dalam benakku yang sepertinya itu tertancap kuat di hari-hari berikutnya hingga dewasa.

Waktu itu aku belum bisa membedakan apa itu Pertanian, apa itu Perhutani.
Namun yang terbetik dalam benakku adalah, aku suka dengan segala sesuatu yang berbau Tanah dan Tanaman. Aku juga suka dengan ketenangan dan kedamaian. Membayangkan betapa damainya bisa hidup di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Waktu itu aku nggak terbayang bagaimana jika bertemu dengan harimau, macan ataupun binatang buas lainnya. Tidak terbayang.

Makanya di kemudian hari aku seperti tengah mempersiapkan segala sesuatunya dengan belajar sebaik mungkin untuk bisa mencapai nilai NEM yang baik agar kelak dapat masuk ke SMP Negeri. Karena waktu itu SD ku adalah SD Inpres yang dipandang buruk di kota Pekalongan pada saat itu.

Nyaris aku tak peduli, dan punya keyakinan tinggi. Bahwa kelak aku pasti bisa masuk ke STM Perhutani di kota Pemalang. Jika aku bisa kuliah, pasti aku akan melanjutkan ke IPB dan jika pun tidak, aku akan bekerja jauh di Hutan. Entah hutan mana aku tak tahu. Maklum informasi kala itu hanya sebatas televisi dan Radio, dan itu pun sangat terbatas. Jadi hanya menggunakan filling saja.

Keluargaku punya background agama yang luar biasa kuat. Kala itu bapak yang menjadi imam musholla di desa Kebulen menjadi orang terpandang di kampung itu. Apalagi punya warung susu segar, yang kala itu satu-satunya warung yang ada di kota itu dengan menu sarapan yang terkenal kelezatannya. Meskipun warung bisa dibilang bukan main ramainya sepanjang hari, tapi rizki itu harus dibagi buat kami 11 orang anak. Itu bukan hal yang mudah bagi kami untuk bisa melanjutkan Sekolah ke Tingkat Perguruan Tinggi apalagi di luar kota. Jangan harap.
 

Mungkin bagi sebagian orang, sekolah itu sangat menyenangkan pada jamanku. Yakni sekitar tahun 94-2000. Tapi aku merasa tersiksa dengan pengetahuan yang sebenarnya tidak aku sukai, sementara harus terima mentah-mentah semuanya. Padahal aku tidak tahu untuk apa kegunaan dari ilmu itu semua.
Mungkin beda halnya ketika aku tahu apa gunanya kita mempelajari ini dan itu,

 Lagipula aku juga tak berani ambil resiko macam-macam dengan tidak belajar pelajaran yang sebenarnya tidak aku sukai. Masih ada bayangan bapak dan ibu yang bekerja keras menghidupi ke 11 orang anak, sementara aku sendiri yang berhasil sampai ke perguruan tinggi dengan nasib yang terseok-seok.


Friday, May 6, 2016

Ngambek di Bawah Mobil


Sebenarnya aku nggak ingin mengeluh...
dan seharusnya pula aku bersyukur...
Dibanding anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, Hikam ini termasuk anak yang ceria, mudah bergaul (jika lagi ingin berteman), punya potensi khusus sejak usia dini, eksplorasinya besar, jiwa kemandirian dan kemauannya begitu kuat.

Tapi di lain sisi aku sering nangis dibuatnya mendadak tiba-tiba oleh sikapnya yang membuatku ditantang pada pilihan yang sulit. Kini di usianya 5,10th ini dia baru belajar komunikasi dua arah dengan pola struktur kalimat yang masih banyak salahnya. Apalagi jika sudah melebihi 3kata.

Kemarin tepatnya tanggal 6 Mei 2016 kami berempat turun ke Taman Hutan Raya Mangkunegoro Karanganyar, setelah semalaman kami bermalam dalam mobil di Cemoro Sewu. Setelah kami sempat ketemu dengan salah satu keluarga Homeschooling di Tahura dan anak-anak main bersama-sama di sana, selesai sholat jum'at kami keluar dari area hutan untuk cari sarapan pagi. Siang itu, kami benar-benar lapar, begitupun saya kira dengan Hikam.

Begitu turun dari mobil di depan pintu keluar Candi Sukuh, Hikam langsung lari masuk ke area candi yang tengah dipugar. Dan seperti biasanya, kami membiarkan begitu saja dia masuk daripada memaksa duduk di warung makan. Tak pikir, biarlah kami selesai makan baru punya tenaga untuk ngatasi dia seperti hari-hari sebelumnya. Aku mondar-mandir ambil ini dan itu dari dalam mobil. Hikam merengek seperti biasanya.

"Ummi, kolam srenang... mandi sana"
Ya! dia melihat sederet batu ditumpuk mengelilingi candi itu dikira kolam renang ternyata. Dan syukurlah prakiraanku salah "dia melihat sesuatu yang tak ku lihat" seperti hari-hari yang lalu dimanapun kami singgah.

"Itu bukan kolam renang, le... " kataku kembali segera melesat pergi menuju warung (maklum, kala lapar mengundang, pikiran pun jadi sering nggak konsen. Apalagi memahamkanmu yang hanya akan membuatmu tantrum) dan Hikam pun kembali masuk.

Entah berapa menit berlalu. Kami bertiga segera kembali menuju mobil. Agak aneh melihat anak-anak cewek smu itu pada longok-longok bawah mobilku "Yang sepertinya lagi bernegosiasi dengan Hikam biar keluar dari kolong mobil"

Begitu salah satu nyingkir, kaget bukan main waktu aku lihat sosok tubuh mungil berkaos kuning dan tas pink itu nyungsep tengkurap di bawah sana. Kaki rasanya gemetar nggak karuan, untung itu mobilku sendiri. Kalo mobilnya orang lain???

Untung ada mbak-mbak smu itu yang memberi tahu, kalo tidak??? padahal ayahnya seseorang yang agak ceroboh juga.
Begitu langkahku sigap menuju ke parkiran, anak-anak itu langsung minggir melihatku dari arah samping satunya.

"Hikam mau apa to?"
"Ayo keluar," kataku
pun sampe beberapa kali aku rayu, dia nggak bergeming sedikitpun. Ia bahkan masuk lebih dalam lagi. Hingga emosiku pun kembali meledak aku tarik tangannya. Entah luka atau tidak, aku nggak tahu. Tapi yang jelas ini nggak boleh aku biarkan.

Nggak lama kemudian ayahnya paggil-panggil dari dalam dengan menenteng kain kotak-kotak penanda pengunjung area Candi Sukuh.
Rupanya suamiku sudah tahu apa yang menjadi kemauan Hikam yang sebenarnya, yakni ngajak masuk. Tapi dia nggak paham esensi dari masuk candi sukuh itu apa. Padahal yang diinginkan anak itu bukan masuk area candi sukuhnya, melainkan kolam renangnya.

"Itu ayah sudah di dalam, masuk yuk?" kataku setelah berhasil aku tarik keluar
Bukannya tambah tenang, dia malah nangis tantrum nggak karuan seperti hari-hari biasanya.

Tuesday, May 3, 2016

SD Tomoe Gakuen ku


Ketemu temen sd via telp itu seru. Kita ketawa terpingkal2 gara2 ingat kisah sd dulu.
SDku dulu ini sd inpres, kata orang sd blumbang. Karena sering dijadikan tempat sampah warga sekitar. Tingginya lantai gedung sekolah ini lebih dari satu meter dari atas permukaan tanah, yg kurang lebih sama dengan tinggi jalanan di depan halaman sekolah yang lumayan luas jika untuk bermain kasti.
Tapi, ada tapinya... kalo musim hujan, pasti banjir πŸ˜„ Selain dapat air luapan dari lapangan sekolah yang jadi mirip kolam renang, juga dapat kiriman air dari luapan sungai sepertinya, atau kebun seberang jalan depan rumah adik kelas pembuat mebel,  atau apa, entah... aku nggak begitu ingat.
Kalo boleh ku bilang, gedung sekolah ini mirip dengan gedung penjara yang tanpa jendela di depannya. Karena hanya ada jendela berkawat saja di atas ketinggian lebih dari tingginya orang-orang dewasa. Atau lebih tepatnya mendekati atap ruang kelas.
Tapi nggak tahu kenapa, ternyata sekolah ini membuat sweet memori dalam otakku sampai kini. Dibanding masa2 jenjang pendidikan selanjutnya.
Pokoknya semuanya... πŸ˜€
Padahal saya ini sering sebel dibilang sd "blumbang" yg artinya sd bak sampah, sd inpres karena murah, sd buangan (karena banyak anak2 sekolah yang nggak bisa masuk sd lain, dimasukkan ke sana pasti di terima), lalu hampir nggak pernah upacara. Karena lapangan selalu jadi bak air yg kadang kotor banget bercampur dengan sampah.
Kita sebagai murid selalu happy begitu aja meskipun fasilitas sekolah benar-benar miris. Karena baru waktu aku duduk di kelas 3 atau 4, sekolah ini baru punya koleksi buku perpustakaan. Itu pun letaknya di belakang meja para guru dengan buku yang jumlahnya sangat terbatas. Begitu juga dengan atap kelas yang beberapa diantaranya ada yang sudah hampir jebol dan bolong-bolong.

Murid sekelas kadang bisa dihitung dengan jari. Pernah suatu ketika, kakak di atas tingkatanku, jumlahnya tak lebih dari jari-jari tangan.

Namun yang jelas karena mungkin guru2 ini selalu membawa harapan dan senyuman bagi murid2nya yang banyak mbadung nya juga. Terutama anak laki2nya.
Ada 1 guru galak. Sebenarnya beliau ini cerdas, tapi ingin selalu buru2 membuat muridnya yang nggak paham sering kena pukulan. πŸ˜„ Apalagi yang kelihatan melamun, bisa2 ada penghapus melayang di pipi "puok!!" Bedak kapur bikin sekelas jadi gee...rrr, yg langsung "cepp!"
3 guru suabuar dan baik,1. seorang kakek2 yg jalannya agak terseok2. Beliau ini nggak pernah marah, sekalipun dibikin marah berkali2 sama murid2nya yang badung luar biasa. Beliau selalu tersenyum dan bercerita, tak jarang juga berpesan tentang kebaikan. Mungkin karena usianya yg renta dan fasilitas yg benar2 miris ini, cerita2 beliau jadi terdengar membosankan karena itu2 saja ketika aku duduk di bangku kelas 5sd.
2. Seorang ibu2 kisaran usia 30th ke atas, beliau ini selalu tersenyum dan berseri. Karena waktu beliau masuk, aku sudah kelas 4sd jadi nggak begitu banyak kenal soal bagaimana beliau. Tapi yang jelas, aku nggak pernah melihat beliau marah kapanpun dan dimanapun.
3. Guru agama. Seorang bapak2 yang usianya belum nyampe 30 ku kira beliau selalu tampak rapi dan berujar dengan nadanya yang tenang.
2 guru muda yg hidup dan energik. mereka ini sering dijodoh-jodohkan :D
satu guru muda yang cantik ini di awal-awal duduk di bangku kelas 3 atau 4 SD, sering menolong meredakan tantrumnya teman pindahan yang luar biasa hebat -yang konon katanya keluarganya broken home-. Dan belakangan saat duduk di bangku smu, si kawanku ini merasa sangat tertolong oleh guru yang satu ini karena tantrumnya itu.

Satu guru lagi, muda laki-laki yang menjadi wali murid kelasku waktu duduk di kelas 6. Beliau ini pulalah yang ku rasa mampu menghidupkan kembali semangatku untuk kembali berjuang di tengah ketidak berdayaan kami menatap sekolah lanjutan yang harus bersaing tak kalah hebatnya.
Dan Alhamdulillah aku diterima SMP swasta favorit di kotaku, yang terkenal sedikit agak bergengsi dan berprestasi. Karena waktu itu bapak nggak menyetujui rencanaku masuk SMP Negeri, yang sejak awal memang bapak sudah tahu aku mengincar masuk STM Perhutani di kota Pemalang.

Dan satu kepala sekolah yang baik, tegas dan periang. Beliau ini nenek2 tapi suka tersenyum. Sorot matanya selalu berbinar2 ceria.
Beliau juga suka ngajari nari anak2 kelas satu. Masih ingat sekali dg setelan coklat muda, rok pendeknya tampak ngepras di badan.
Balik lagi bicara soal kondisi sekolah. Awal2 sebenarnya aku suka banget dengan kondisi banjir lapangan begini πŸ˜‚ karena kalo nggak ketahuan, kita sering ciblon. Tapi ketika melihat sd lain pada upacara di hari senin, hati ini jadi ngiris banget.
Soalnya di sd kami di musim hujan, mau ke sekolah harus bawa lap pel, ember, sampe sapu. Karena kalo malamnya hujan deres banget, sudah dijamin pasti lantai sekolah tenggelam.
Kedalaman lapangan sekolah jangan ditanya ya... kita semua bisa tenggelam karena ketinggian lantai sekolah ini kira2 2-5kilan tangan kita kalo berdiri di lapangan.
Itu kalo nggak ketahuan guru...
Kalo ketahuan... 
Makanya kita sering nunggu2 jam pelajaran selesai, karena pulang sekolah kita bisa nyebur di sana πŸ˜‚πŸ˜ƒ keren ya... punya kolam renang pribadi
O ya, sudut-sudut bangunan sekolah ini lebih mirip lorong rumah sakit ketimbang sekolah. Cat penyangga teras dengan warna biru ke abu-abuan. Ruang kelasnya ini tampak gelap, karena hanya ada sinar matahari yang masuk dari jendela berteralis kawat kotak-kotak yang hampir menyentuh atap ruang kelas.
Nggak jarang juga kalo hujan mesti hati-hati karena bocor, kalo banjir setinggi mata kaki, ya kita ke sekolah nggak pake sepatu pacman emotikon (ah... nyenengkeh pokonya) Padahal kita kalo mau berangkat sekolah kudu nyebrang jalan raya pantura, ya nyeker juga... daripada ke sekolah sepatunya basah. Mending cuman bawa sandal. Itu memang perintah guru (eh, seingatku begitu).
Lalu apa acaranya di sekolah??? Bersih-bersih. alias ngepel lumpur yang masuk ke kelas. Pulangnya... dibawain buku paketan setumpuk yang terendam banjir untuk dijemur dan dibersihkan
Itu terjadi bisa berhari-hari ya...
Karena kadang rumah kami sendiri kebanjiran. Jadilah sekolah libur "Yeayy.....!!! Hurrayyy.... !!"

Tapi... ada tapinya juga,
Kalo mendekati ujian atau apa ya??? samar-samar. belajar ya dengan kaki terendam air. Smentara kaki kita numpang di atas bangku panjang yang ada tangkringannya.
Mungkin aku membayangkan nuansa sekolahnya seperti suasana sekolah Totto Chan yg jelek tapi murid2nya selalu bangga dan cuek dengan cemohan sd lain di sekitarnya.
Ada 2kamar mandi di belakang gedung sekolah yang konon katanya angker. Wew?! Sebelahnya ada rumah penjaga kebersihan yang rumahnya nggak kalah kotor, dengan jualan makanan yg enak luar biasa di lidah kami πŸ˜„
O ya, sekolah kami ini terletak di tengah-tengah jantung kota Pantura. yang sejak dulu memang crowded.
Tak jauh dari sekolah ini ada sungai besar yang biasa dijadikan tempat pembuangan limbah pabrik tekstil. Cerobong airnya ini yang membuatku sering kesel pingin ku sumpel pake sarung yang kita bawa sepulang sekolah.
Tapi temen yang ku telp ini justru merasa senang karena airnya hangat pacman emotikon(jangan berpikir kemana-mana soal penyakit dan lain sebagainya ya... kita dunia anak yang jauh dari pikiran itu, hanya enjoy saja menikmati yang ada)
Ada memori yang sampe sekarang ini sering kebawa mimpi hingga sekarang. Apa?? Pusaran air. Hiii.....! serem pokoknya.
Aku sering lihat pusaran ini tepanya di bawah jembatan perlintasan jalan pantura yang tidak se crowded sekarang tentunya ya...
Biasanya kalo hari jum'at, sepulang dari sekolah kami sering longok-longok warnai air ini yang sering bersihnya (karena nggak mengeluarkan air limbah pabrik). Di Pekalongan waktu itu, libur ya hari Jum'at... kantor swasta maupun pabrik. Jadi nggak heran kalo hari jumat, airnya sering bersih. (ya... kecoklatan biasa, warna tanah, tapi bagi kami itu nggak masalah).
Pulang sekolah kita sudah kongkow di rumah teman yang belakang nya persis itu sungai tempat kami berenang. Sudah bawa baju ganti juga, karena kalo kita pulang dulu ke rumah dan ketahuan orang tua, bakalan nggak boleh grin emotikon Kadang juga bawa sarung, bikin pelampung balon yang diikatkan pada pinggul ( jadilah seperti orang seperti sedang terjun payung di dalam air) pacman emotikon
Kadang kalo kita mau pipis, ya pipis bareng2 teman cewek ber5 pacman emotikon (kalo hari gini pasti pikiran orang dewasa sudah ngeres nggak karuan)
"sur ew*r-*wer....!!" pacman emotikon begitu kata temanku si empunya rumah yang membuat kita semua tertawa cekikian di kamar mandi melihat masing-masing air pipis.
Jangan pikiran yang nggak-nggak ya... bagi kami, (anak-anak) mendengar suara itu seperti mendengar suara lelucon yang membuat kita semua tertawa cekikian tanpa berniat porno dan lain sebagainya. "it's had fun"
Di akhir-akhir sekolah, yang muridnya hanya berjumlah 15orang itu (10 laki-laki dan 5 perempuan) membuat kita kemana-mana sering bersama-sama.
Ya... biasalah... seperti jaman sekarang dari ada yang sekedar dijodoh-jodohkan sampe ada yang bikin darting pacman emotikon
Dulu kalo dijodohkan dengan si "A dan B" gitu saja mukanya sudah merah malu-malu gimana... 

STRUKTUR KALIMAT yg ACAK ADUL


"Umme, apa itu.... bagong rusak cepet api"
(Ini sewaktu aku baru masak air, dan dia ingin tanya "itu masak apa ummi?" Tapi sekaligus dia mau minta tolong diperbaiki wayangnya)
"Umme, kemapa si ghriskie (rizki) huu... *menunjukkan kalo sakit lututnya* ee.... disana ee... sungai la'i (lari) jatuh"
(Ini dikatakan sewaktu dia baru main dengan anak seusianya, yg kata reka anak itu jatuh di sungai dan lututnya berdarah)
Beda lagi kalo mau minta ke kantor ayahnya, karena biasanya di sana dia bebas nonton wayang.
"Sana! Indonesia ayo cepet! Kunci motoghr"
πŸ˜„ sampai saat ini nggak tahu, kenapa kok dia sebut area komplek perkantoran pemerintah itu dengan "Indonesia"
Fillingku bilang, karena di sana sering dipasangi bendera merah putih. Dan di film Denias, bahwa yang disebut2 Indonesia dengan menunjukkan bendera merah putih.
Awalnya kalo ku ajak pergi jalan2 naik motor, dia selalu ngontrol laju sepeda motorku untuk mengarah ke Barat. Kita berdua (aku dan reka) cuman ngekek-ngekek dengar Hikam minta ke Indonesia ini. Dan kita tetap nggak ngeh, apa yg dimaksud "Indonesia" di sini. Meskipun filling saya paham apa yang dia maksud.
Di tahap ini kekhawatiran dan kesedihanku kembali muncul. Karena struktur kalimatnya, terutama lebih dari 3 kosa kata, acak adul nggak karu-karuan.
Jadi misal dia mau tanya, "Kenapa kok burungnya terbang"
Ngomongnya bisa "kemapa si, buwrwung langit... e... cepat tinggi langit"
Jadi kadang kita tertawa cekikian dengar dia ngomong dengan struktur kalimat yg acak adul nggak karuan. Kata-kata yg saya sebutkan itu cuman permisalan saja ya... karena kenyataannya bisa parah banget. Karena kata2 itu sama sekali nggak nyaut dengan tema yg mau dikatakan.
Kalo saya nggak nangkep maksudnya, -karena kasusnya sering kosa kata itu nggak berhubungan sama sekali dengn tema- bisa tantrum dia.
Pinginnya ngomong terus, bahkan bisa dibilang. Dia crewet banget sekarang. Tapi aku nangkap crewetnya ini punya alasan karena dia masih asyik dengan kata2 di banding sebelumnya.
Sering juga kalo kita pergi ke tempat2 umum, seperti warung makan/kolam renang ada orang tua yg ngajak anak kecil. Dia panggil2 terus. Nggak peduli, bapaknya ini cuek ditinggal pergi.
Kalo dari pengamatanku yg dulu ketemu Bule itu si sebenarnya karena kalimatnya ini yg acak adul dan belum bisa jawab pertanyaan agak rumit.
"Bapak.... bapak...!! Sini bapak....!!"
"Om.... om... sini om....!!!"
Nah, kasus nya kalo aku sendirian yg ngajak keluar. Bisa serasa ditampar mukaku kalo dia panggil2 begitu.
Seperti misal saat di kolam renang.
"Bapak... bapak...!! Sini bapak....ayo main"
Begitu orang itu cuek, kelihatannya agak risih dengan panΔ£ilannya *sepertinya juga nggak enak juga sama istrinya, krn mereka tahu itu anakku*
Dia ganti panggil2
"Om... om... sini om... adek... adek... ayo sini adek..."
Semoga proses parahmu ini benar2 nggak berlanjut le... "banyak mikirnya kalo mbok ajak ngomong πŸ˜‚"
Beda lagi dengan kalimat pertanyaan yg diajukan. Misal dia ditanya;
"Hikam sudah maem belum?"
dia cuman me report aja "Hikam maem belum"
"Hikam mau pergi kemana?"
"Hikam mau pergi kemana"
Hampir semua kalimat tanya, hanya akan dirubah menjadi kalimat berita saja. Mbok sampe "kemeng" yg tanya akan dibalikkan begitu saja.
Tapi giliran ditanya pertanyaan semacam ini;
"Hikam mau disunat nggak?"
Dengan lantang dia jawab "Enggak!"
Ataupun diajari ngomong kalimat semacam ini sama ayahnya, dia bakalan teriak sambil hentak2 kaki.
"Ummi... Hikam.. mau dikhitan"
Tapi beda halnya dengan kalimat semacam ini;
"Ummi, hikam mau pergi ke tempat pak muji (nama guru dalangnya)"
Dia akan menirukan begitu saja, dan nurut.
***
Meskipun begitu, tetap saja aku bersyukur. Akhirnya anak ini bisa ngomong πŸ˜„ Bayangkan dulu, kalo minta sesuatu cuma narik-narik tangan dan bajuku. Itu masih mending ada laporan dengan bahasa tubuh. Nah?! Yang suka ngilang nya itu... belum lagi tantrumnya...
Masih mending tantrum di tempat aman. Di pinggir jalan, di tempat umum seperti pasar. Bisa di nyem-nyem sama mbok-mbok dipasar, gara2 gulung2. Dikira minta sesuatu nggak dikasih...
Beda ayah, beda ibu pola nya. Kalo saya sering hanya mengikuti kesepakatan, kalo swami cenderung ikuti kemauan si anak.
Jadi, ketemulah maksud kata2 yang dia ucapkan kala Tantrum itu apa.
Sering pula kalo kita masuk kota Solo, apalagi lewat jalan Slamet Riyadi. Pasti yang dia tuju arah ke alun2. "Harus" Kalo enggak, kadang tu ada mobil oleng di tengah jalan gara2 dia narik2 setiran.
Beda lagi kalo mau lewat Ring Road Karanganyar arah ke Mojosongo. Dia pasti mantengi itu pemandangan di depan. Belok dikit, nggak sesuai arah yang dia maksud yakni Sanggar Pedalangan nya. Bisa bakal berabe tu kondisi di dalam. Dari yg sekedar hentakan kaki, sampe nendang dan mukul2 tantrum luar biasa nggak karuan.
Kalo sudah begitu, pintu dan jendela harus selalu terkontrol. Khawatir dia buka pintu di tengah jalanan yg penuh truk dan trailer buesar, belum lagi bis Sumber Rahayu dan Eka, Mira nya yg selalu kebut2an.
Jadi terkadang, kami sengaja menghindari jalanan itu.
Tapi seringnya kami lupa, dan terlalu jauh untuk lewat jalan alternatif yang banyak bergelombangnya.
O ya, soal bicaranya ini kadang suka cang cing cung b.inggris, yg tentu dengan lahjah dia.
Seperti misal waktu ayahnya ditelp neneknya pagi-pagi.
Apa jawaban Hikam?
"Mbah... sleeping, mbah"
"Opo le?"
"Slee...ping"
Beda lagi saat dia akting, ngglosor di depan atm.
"Hungrwy umme...!"
(Kalo kita benarkan "lapar" justru kadang dia teriak "hungwry!")
Dan lain lagi dengan saat dia meloncat2 minta ayahnya suruh nganggak badannya di atas bangku.
"Come hiere, ayah. Come hiere!"
Perkembangan bahasanya ini benar2 menyedihkan dan membingungkan. Sisi lain B1 nya payah. dia mempelajari B2nya tanpa guru (dalam arti, kami nggak pernah ngajari b.inggris ke dia)
Dan yang ditontonnya itu adalah pagelaran Wayang Kulit, film kartun dg dubbing b.inggris.
Sampai di detik ini sebenarnya saya bingung juga, karena film2 kartun b.indonesia itu cepet2 dialognya. Sementara pagelaran wayang kulit ini banyak kata2 kasar yang mudah direkam, selain itu dengan bahasa kawi dan sanskerta nya yang sulit. Inilah titik KO ku yang merasa "dia harus kumasukkan sekolah pedalangan"
Dia bukanlah anak yang mudah diajari,
"Tapi akan mudah jika sudah tahu celah" kata ayahnya
Karena nyatanya saat suami mandiin atau nyuapi/ kadang cuma main2 saja. Mau, omongannya dituntun. Tapi kalo setengah hati, dia bisa marah2.
Seperti halnya kosa kata b.inggris. Tak pikir, "lha kosa kata nya b. Indonesia nya saja acak adul, mana mungkin aku ngajari b. Inggris. Yang mana itu adalah titik kelemahanku dan suami"

Monday, May 2, 2016

Keranjingan Wayang

Sebenarnya detik-detik minggu ini seperti detik-detik kepasrahanku pada daya komunikasi Hikam yang kembali memudar. Padahal baru beberapa minggu kemarin ini sudah mulai terbangun lumayan bagus. Entah apa kadang aku tak bisa memahami secara jelas.

Samar-samar ku perhatikan gerak-gerik tubuhnya mulai keder lagi saat duduk, nggak bisa tenang. Bahkan aku sering marah dibuatnya, karena ku pikir dia pasti nahan pipis.
Tapi begitu ku perhatikan ada pikirannya yang memaksa untuk tergesa-gesa cepat menangkap dan menyelesaikan sesuatu dengan getar tubuhnya yang terus bergeliyat-geliyut cemas nggak tenang. begitu juga dengan sorot matanya yang bergerak begitu cepat dari sudut ke sudut yang lain.

Dan... permainan pada wayangnya pun kembali tampak kacau balau.
Struktur kosa-kata nya memang mulai membaik, di kala kemarin baru saja aku ngeluh soal struktur kosa katanya yang acak-adul dan menjadikan kami tertawa cekikian. Baru... saja beberapa hari yang lalu.

Minggu-minggu ini aku nyaris pasrah, karena ketika main wayang pada terbang semua itu terlempar kesana kemari menirukan beberapa gaya para dalang memusingkan dan kadang bikin jengkel karena sering kesabet wajah kita semua. Kalo kesabet bantal sih, nggak masalah. Ini... kesabet wayang kulit bersama bambunya.

Bahkan aku merasa dia seperti kerasukan roh-roh wayang yang bersemayam dalam dirinya, hingga ia benar-benar keranjingan dengan wayang dan permainannya.
Menyedihkan... Amat sangat!
Apalagi sering libur juga untuk jadwal privat nya, karena si pengampu memang seorang diri memegang kendali Sanggar yang segitu besar dengan murid yang terus bertambah. Apalagi beliau juga aktivis organisasi keagamaan di Kabupatennya sana.




Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...