Tuesday, May 17, 2016

Buruknya sistem Pendidikan dan Minimnya Pengetahuan Orang Tua penyebab Gagalnya seorang anak

Ketika ada orang yang menyerangku "Kenapa anaknya tidak di sekolahkan, mau jadi apa nanti?"
Yang terbetik dalam benakku banyak sekali jawaban yang ingin aku lempar, tapi sayangnya aku ini bukanlah orang yang mudah menjabarkan semua pikiranku ke dalam bahasa verbal dengan baik.
Terkadang justru bukan alasan kuat yang ada dalam benakku melainkan jawaban yang kian membuatku ingin menyerang genti.

Sederet pengalaman buruk dengan pembelajaran yang aku alami membuatku harus berpikir seribu kali untuk memasukkan sekolah anak-anakku, yang belakangan baru tahu, jika anakku ini nyaris seperti fotocopy ku dengan casing dan cetak tangan yang berbeda pula.

Bagaimana bisa aku yang sejak dulu termotivasi dengan kata-kata ibu.
"Ibah ini kalau nanam apapun, pasti tumbuh" yang kemudian muncul minat, "Apa aku harus masuk ke jurusan Pertanian saja?" dalam benakku yang sepertinya itu tertancap kuat di hari-hari berikutnya hingga dewasa.

Waktu itu aku belum bisa membedakan apa itu Pertanian, apa itu Perhutani.
Namun yang terbetik dalam benakku adalah, aku suka dengan segala sesuatu yang berbau Tanah dan Tanaman. Aku juga suka dengan ketenangan dan kedamaian. Membayangkan betapa damainya bisa hidup di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Waktu itu aku nggak terbayang bagaimana jika bertemu dengan harimau, macan ataupun binatang buas lainnya. Tidak terbayang.

Makanya di kemudian hari aku seperti tengah mempersiapkan segala sesuatunya dengan belajar sebaik mungkin untuk bisa mencapai nilai NEM yang baik agar kelak dapat masuk ke SMP Negeri. Karena waktu itu SD ku adalah SD Inpres yang dipandang buruk di kota Pekalongan pada saat itu.

Nyaris aku tak peduli, dan punya keyakinan tinggi. Bahwa kelak aku pasti bisa masuk ke STM Perhutani di kota Pemalang. Jika aku bisa kuliah, pasti aku akan melanjutkan ke IPB dan jika pun tidak, aku akan bekerja jauh di Hutan. Entah hutan mana aku tak tahu. Maklum informasi kala itu hanya sebatas televisi dan Radio, dan itu pun sangat terbatas. Jadi hanya menggunakan filling saja.

Keluargaku punya background agama yang luar biasa kuat. Kala itu bapak yang menjadi imam musholla di desa Kebulen menjadi orang terpandang di kampung itu. Apalagi punya warung susu segar, yang kala itu satu-satunya warung yang ada di kota itu dengan menu sarapan yang terkenal kelezatannya. Meskipun warung bisa dibilang bukan main ramainya sepanjang hari, tapi rizki itu harus dibagi buat kami 11 orang anak. Itu bukan hal yang mudah bagi kami untuk bisa melanjutkan Sekolah ke Tingkat Perguruan Tinggi apalagi di luar kota. Jangan harap.
 

Mungkin bagi sebagian orang, sekolah itu sangat menyenangkan pada jamanku. Yakni sekitar tahun 94-2000. Tapi aku merasa tersiksa dengan pengetahuan yang sebenarnya tidak aku sukai, sementara harus terima mentah-mentah semuanya. Padahal aku tidak tahu untuk apa kegunaan dari ilmu itu semua.
Mungkin beda halnya ketika aku tahu apa gunanya kita mempelajari ini dan itu,

 Lagipula aku juga tak berani ambil resiko macam-macam dengan tidak belajar pelajaran yang sebenarnya tidak aku sukai. Masih ada bayangan bapak dan ibu yang bekerja keras menghidupi ke 11 orang anak, sementara aku sendiri yang berhasil sampai ke perguruan tinggi dengan nasib yang terseok-seok.


No comments:

Perkembangan Amira 2-3tahun

Ledakan perolehan kosa kata terjadi dalam waktu satu tahun belakangan pasca kecelakaan di tahun 2021 Maret 28. Yang sebenarnya d...