Di musim Penghujan begini, kami lebih asyik menikmati Hujan dan suara angin yang bergemuruh di belakang (sawah), meskipun ini sangat mengerikan sebenarnya. Apalagi waktu hujan angin seakan menghempaskan rumah kami yang terlalu mungil di tengah-tengah perumahan tengah sawah.
Tapi jangan tanya kalo waktu musim kemarau, masya allah... panasnya minta
ampun. Tapi untungnya si pemilik rumah ini dulu, membiarkan ada dua jendela dan sedikit space untuk duduk-duduk di belakang jadi lumayan sepoi anginnya.
Awal mula kami membuat pagar rumah, maksud hati pingin banget bikin resapan air, tapi kata si tukang "Nggak usah mbak, di belakang kan ada sawah".
"What?? Apa hubungannya?" pikirku
Air yang di depan rumah kan perlu diresapkan ke dalam tanah tho Pak?, nggak dilarikan ke sawah atau ke sungai yang bercampur dengan limbah?
Kebayang seperti apa sumur2 di kota2 besar LN, hampir semua permukaan bumi tertutup yang namanya semen, lalu saluran air, mereka buat dengan pipa2 buesar di bawah tanah. Nggak tahu dialirkan kemana tu air, padahal dalam ayatnya jelas bahwa yang namanya hujan itu, bumilah yang menerimanya dan dalam ayat lain dikatakan "apakah kamu tidak berpikir?" "Berpikirlah" dsb, Itu artinya ketika ada hujan, biarkan dia meresap ke dalam tanah, lalu kau ambil dalam tanah yang berwujud air bersih (dengan bantuan mikroorganisme di sana) begitu kurang lebihnya. whahahaa... ST, ya, logikanya kan begitu toh?? bukankah ajaran Islam itu Logis? Siapa yang bilang aneh2? :D
Pun ilmuwan muslim keblinger pengetahuan2 barat untuk melakukan ini dan itu mengatasi masalah banjir.
Nggak usah jauh-jauhlah, aku sering perhatikan bagaimana cepatnya air hujan itu meresap ke tanah di halaman rumahku yang memiliki luas kurang lebih 2m x 10m, yang sepertiganya batako (tidak disemen), tanah terbuka+tanaman (yang sebagian aku pot, untuk tanaman2 tahunan, karena khawatirkan rusak tembok bangunan yang terlalu dekat), dan batu kerikil (kerikil ampas saringan pasir). Dan hujan yang lebat super hebat+mengerikan itu, air meresap tidak kurang dari seperempat jam setelah hujan agak reda, seneng banget rasanya bisa melakukan ini.
Aku pikir mungkin nggak heran kalo kota2 peninggalan kejayaan muslim di dunia seperti Cordova dsb begitu tertata rapi, dan begitu bersahabat dengan alam. Dan kayaknya belum pernah dengar kalo ada banjir pada masa2 itu di sana. Atau... ada yang pernah dengar???
Itulah yang selalu ku bayangkan (kota yang modern dan tetap bersahabat dengan alam)
Untuk itulah, rumahku adalah laboratorium sederhana miniatur dunia. hahaha....
Dan, kita berdua... paling anti kalo seluruh luas tanah di blog dengan cor, apalagi bangunan.
Aku sering heran aja lihat orang2 pada heboh bangun rumah yang fully semen, apalagi bangunan. Mereka ni, apa nggak butuh air? setidaknya, apa nggak berpikir di rumahnya itu ada sumur yang butuh pasokan air dari atas langit sana, ya meskipun di dalam tanah itu ada sungai, tapi tetap aja, kalo dipompa terus.
Itu baru soal Air, belum lagi soal tanah. Dan ini kaitannya dengan limbah keluarga.
Bicara soal limbah keluarga, balik lagi ulas masalah sampah.
Dan di Indonesia, BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA, itu belumlah memecahkan masalah. Itu menurutku...
Coba pikir, Ketika kita buang sampah di tempat sampah, dan sampah-sampah itu diangkut ke Tempat pembuangan akhir, ini masih menimbulkan masalah lagi bagi lingkungan sekitar. Baik Polusi Udara, tanah maupun ekosistem di dalamnya. karena apa? Yang dibuang itu bukan sekedar plastik/koran, tapi lebih dari itu sampah organiknya sisa-sia makanan dsb. Ada yang pernah mampir di Bantar Gebang?? Whewww??? baunya... ampunlah.
Untuk mengurangi kadar sampah ini, Di rumah kita hanya membuang sampah2 anorganik saja, yang simpel2 aja dulu lah... masalah kertas, plastik dan kaca, itu masih dalam proses pemikiran lebih dan lebih. Agak susah emang, tapi biasanya soal kertas, kita bakar, dan abunya kita taburkan ke pot2, dikit banget si... Sebenarnya kami perlu arang, karena si detektif Tikus sudah mulai mengendus tanah yang berbau sisa2 jajan yang tdak termakan/sudah basi. Aku berharap hidung si detektif Tikus tidak bisa mencium bau2 itu, karena sudah diserap oleh arang. Tapi untuk bikin arang, kita butuh api sedikit agak mengepul (nggak enak sama tetangga kanan kiri), sementara kenapa tidak kita beli? Karena maksud dari semua ini adalah memanfaatkan sumber daya yang ada.
Dan hasil dari semua itu, Alhamdulillah... tanaman yang waktu musim kemarau nyaris mau pada mati, kini mulai bersemi lagi. Apalagi tanaman bunga Krisan yang sempat mati, kini sudah trubus lagi. Dan Alhamdulillahnya lagi, pasokan O2 di rumah benar2 cukup untuk standar hidup sehat.
Bicara soal udara dan cahaya di rumah, alhamdulillah masih terjaga dengan baik. Ini karena kami manfaatkan betul makna adanya sawah dan halaman depan bagi keberlangsungan kehidupan. Jadi, lampu nyala di siang hari di tempat kami itu aneh, kecuali kalo benar2 mendung gelap. Bayangin aja, rumah sekecil 10x10 jendelanya ada tujuh, sementara gudang sedikit agak gelap, tapi akan terang begitu pintu depan/belakang akan dibuka.
Bandingin dngan rumah2 tetangga yang pada heboh tapi di dalam benar2 gelap dan sedikit pengap ketika nggak ada AC. yadewwww???
Jadi intinya, KESEHATAN dari alam ini benar2 gratis jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Allah tak akan murka pada kita, ketika kita pun bersahabat dengan makhluk ciptaannya.
JAGA BUMI DAN ALAM SEKITARNYA, KARENA KITA ADA DI DALAMNYA!!!